Berita

KASUS: Predator Seksual Berkedok Tenaga Pendidik

Gambar pelecehan seksual, Sumber: Minanews.net

Indonesia merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Baik laki-laki maupun perempuan semua pasti memiliki hak masing-masing dari segi apapun. Mulai dari dari segi hak hidup, hak atas keamanan, hak memilih, bebas dari perbudakan, bebas dari penyiksaan dan lain-lain. HAM bersifat universal, artinya semua orang berhak memiliki perlindungan atas hak asasi dan kebebasannya. Tetapi lambat laun banyak ditemukan adanya pelanggaran hak tersebut, khususnya pada kaum perempuan.

Kasus-kasus yang bermunculan salah satunya pelecehan seksual. Pelecehan seksual ini mirisnya tidak memandang umur, tidak memandang pakaian apa yang dikenakan korban, dan juga tidak mengenal waktu dan tempat, bahkan sering terjadi di dunia pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nadiem Makarim memaparkan bahwa banyak terjadinya kasus pelecehan seksual yang terjadi di dunia pendidikan tetapi sedikit yang mau melaporkannya.

Ada beberapa kasus mengenai pelecehan seksual dalam beberapa bulan terakhir yang menyita perhatian publik, diantaranya kasus yang menimpa santriwati di salah satu pondok pesantren yang ada di Kabupaten Jombang dan kasus pendiri sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) yaitu Julianto Eko Putra yang melakukan tindakan pelecehan seksual kepada siswa SMA SPI.

KRONOLOGI

1. Kasus Pelecehan Seksual oleh Mas Bechi

Gambar Mas Bechi, Sumber: Makassar.terkini.id

Kasus pencabulan ini diduga terjadi pada tahun 2017 yang melibatkan seorang anak dari pemilik pondok pesantren di Jombang, Jawa Timur yaitu Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi yang juga menjabat sebagai pengasuh Ponpes atau Wakil Rektor Ponpes Majma’al Bachroin Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Desa Losari, Ploso, Jombang, Jawa Timur.

Mas Bechi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jawa Timur karena memperkosa lima santriwati di Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah. Tidak hanya memperkosa, mas Bechi juga diyakini telah melakukan berbagai jenis penyiksaan. Diketahui juga saat mendapatkan perlawanan mas Bechi menyundutkan rokok yang masih menyala ke arah pelipis korban. Tidak jarang, punggung dan kaki korban yang saat itu masih berusia belasan tahun juga mengalami lebam akibat penyiksaan.

Sebelum mencabuli korban, Bechi melakukan modus merekrut korban menjadi salah satu tim relawan kesehatan. Relawan ini akan diajari ilmu metafakta. Ilmu ini dikatakan bisa digunakan untuk proses penyembuhan. Korban pun dijanjikan akan ditransfer ilmu metafakta tersebut. Akan tetapi ketika seleksi tim, korban diminta untuk melepas semua pakaian agar ilmu tersebut bisa masuk. Korban sempat menolak karena hal ini tak masuk akal. Namun, MSAT menegaskan jika ilmu itu tidak akan sampai jika korban masih mengandalkan akal atau logika.

Pada tahun 2017, salah satu korban diculik dan disekap dua hari di Daerah Plandaan. Selama itu korban tidak diberi makan serta terus diperkosa. Karena sempat melawan, korban dilempar oleh mas Bechi. Akibatnya, korban mengalami sejumlah luka yang lebih parah. “Selanjutnya, korban dibawa oleh ajudan Bechi ke Polsek Ploso. Justru korban yang dilaporkan karena menyebarkan konten pornografi,” ujar pendamping korban kepada reporter detikX akhir pekan lalu.

Saat korban ditahan, orang tuanya diminta datang dan meminta maaf sebagai syarat pembebasan putrinya. Setelah kejadian itu, korban dikeluarkan dari Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah. Berkedok wawancara personal, Bechi membawa para santriwati ke salah satu gubuk bernama Cokro. Di sana Mas Bechi memperkosa para santriwati tersebut. Mengetahui ketidakwajaran tersebut, para santriwati ini memutuskan mengundurkan diri dari klinik tersebut. Setelah itu, para korban memutuskan melapor ke petinggi pondok pesantren. Namun laporan itu tidak digubris oleh Pengurus Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah.

Tidak lama setelah itu, Bechi mulai menyebut para korban dan mantan pegiat klinik yang keluar sebagai sosok yang akan menghancurkan pesantren. Karena berbagai kondisi tersebut, beberapa korban dan rekannya dikeluarkan dari fasilitas pendidikan Shiddiqiyyah. Ada belasan santriwati yang dikeluarkan oleh pihak pesantren. Salah satu korban ditemani rekannya sebagai pendamping melaporkan pemerkosaan tersebut ke Polres Jombang pada bulan [Mei 2018. Setelah itu, korban mendapat ancaman dan rumahnya didatangi sejumlah orang. Bahkan beberapa pihak dari Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah mendatangi orang tua korban dan menawarkan sejumlah uang agar laporan tersebut dicabut.

Akhirnya laporan tersebut terpaksa dicabut karena banyaknya ancaman terhadap korban. Pada Juli 2018, salah satu korban, ditemani rekan sekaligus pendampingnya, melapor kembali ke Polres Jombang. Namun, laporan tersebut ditolak dengan alasan tidak cukup bukti. Tidak berhenti di sana, pada tahun 2019 mereka kembali melapor ke kepolisian dan melakukan visum ulang. Hasilnya, pada [tanggal 12 November 2019, Bechi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Jombang.

Pengakuan Korban 1:

“Tadinya saya itu sudah dibuka paksa, semuanya disuruh buka. Aku bilang nggak mau, dia bilang sudah-sudah, tahu itu saya sampai nangis awalnya. Terus habis itu saya minta putus, nggak bisa sudah lama-lama ya sudah saya mau nggak mau di situ terus akhirnya kalau misalnya saya nolak ya udah mengancam, mulai ada obrolan mengancam.Disuruh tidur di hotel aja. Tidur di hotel terus kan perjanjiannya saya harus menuruti. Apa yang jadi kemauan dia, karena saya harus tanggung jawab ke dia kayak gitu, ya sudah.

Ternyata waktu saya tidur di hotel dia itu ngajak. ‘lo Mas aku emoh,’ terus dia bilang ‘awakmu maeng ngomong opo?’ langsung dia ngomong itu di depan saya. Dia bilang ‘Koen yo, ayo pengen tak anu maneh tak ajar maneh,’ gitu. Ya sudah saya mau nggak mau ya sudah saya gitu main bertiga. Di situ sudah mulai nangis, saya nangis, kok ngene.

Saya diseret ke dalam langsung saya ditendang dipukulin lagi, sampai saya itu kan di Cokro banyak jendela-jendela gitu saya hampir mau jatuh ke bawah, tapi ditahan sama dia. Saya dua kali hampir jatuh dari jendela itu. Terus habis itu saya disuruh buka baju.
‘Bakaen. Lho emoh mas.’ Langsung dia bawa tempat sampah sudah di tangan sudah di atas ini. Langsung dilempar itu tempat sampah.” Ujar Korban 1.

Disuruh tidur di hotel aja. Tidur di hotel terus kan perjanjiannya saya harus menuruti. Apa yang jadi kemauan dia, karena saya harus tanggung jawab ke dia kayak gitu, ya sudah.

Ternyata waktu saya tidur di hotel dia itu ngajak. ‘lo Mas aku emoh,’ terus dia bilang ‘awakmu maeng ngomong opo?’ langsung dia ngomong itu di depan saya. Dia bilang ‘Koen yo, ayo pengen tak anu maneh tak ajar maneh,’ gitu. Ya sudah saya mau nggak mau ya sudah saya gitu main bertiga. Di situ sudah mulai nangis, saya nangis, kok ngene.

Saya diseret ke dalam langsung saya ditendang dipukulin lagi, sampai saya itu kan di Cokro banyak jendela-jendela gitu saya hampir mau jatuh ke bawah, tapi ditahan sama dia. Saya dua kali hampir jatuh dari jendela itu. Terus habis itu saya disuruh buka baju.

‘Bakaen. Lho emoh mas.’ Langsung dia bawa tempat sampah sudah di tangan sudah di atas ini. Langsung dilempar itu tempat sampah.” Ujar Korban 1.

“Saya tidak terima dengan perbuatan asusila yang sudah diperbuat Mas Bechi kepada saya dan teman-teman saya, dan saya ingin Mas Bechi dihukum seberat-beratnya sesuai dengan hukuman negara Indonesia.”

Pengakuan Korban 2:

“Saya merasa miris sekolah yang selama ini diidam-idamkan, niat mencari ilmu dari jauh datang. Ternyata sana diperlakukan seperti itu. Dan kejadian ini terus berulang.
Saya ada rasa tidak terima ya Allah beri jalan ya Allah. Terus tahun 2018 ada yang melapor, saya juga sudah diperiksa. Saya bersedia menjadi saksi. Sudah diperiksa, sudah berjalan. Ternyata gagal. Tidak berhasil.

Saya tidak putus doa. Kemudian ada yang menguatkan saya. Kalau ini harus ditindaklanjuti, tidak ada yang berani melangkah. Tidak akan berhenti masalah ini. Akhirnya saya menguatkan, ya Allah tolong hamba. Saya memutuskan untuk mengambil jalur hukum ini, kalau tidak seperti ini tidak akan selesai. Saya beranikan diri. Saya yakin Allah pasti menolong. Di kegiatan itu memakai ilmu metafakta, mereka mengistilahkannya. Metafakta itu katanya tidak bisa dijelaskan menggunakan akal. Jadi saya harus melepas pakaian. Dan melepas pakaian itu kan tidak bisa di logika, di luar nalar. Saya tidak mau, saya tetap jawab saya tidak mau.

Tapi dia memaksa, masih menggunakan alasan yang sama, ‘kalau kamu tidak mau, berarti kamu masih menggunakan akal. Kamu belum menjiwai itu metafakta’. Dia mengatakan mau menetralkan saya, caranya dengan melepas seluruh pakaian saya. Saya tetap jawab, saya tidak mau. Saya tidak paham apa yang dimaksud. Saya tidak paham juga maksudnya metafakta itu bagaimana. Intinya saya tidak bisa dengan akal, saya harus menjiwai itu. Sampai dia menunggu lama sekali, lama dia menunggu saya tetap tidak berkenan.

Dia menyuruh saya lagi, dengan alasan yang sama. Di situ saya merasa tertekan, saya merasa ngawang. Saya merasa ngawang. Hidup nggak hidup, mati nggak mati. Saya benar-benar ngawang. Ibaratnya itu itik kehilangan induk. Saya nggak tahu harus bagaimana saya nggak bisa ngapa-ngapain di situ nggak ada orang sama sekali. Ngawang rasanya. Yang saya rasakan ngawang, benar-benar melayang. Saya berdoa sama Allah, ya Allah saya minta balasan di dalam hati saya bilang alam semesta menyaksikan. Dalam hati saya bilang bahwa alam semesta menyaksikan. Meskipun tidak ada orang di situ, alam semesta menyaksikan.”

Saya yakin alam akan membalas. Seperti itu doa saya.

“Terus mereka bilang kalau saya itu penyebar fitnah. Mengatakan bahwa apa yang saya tulis itu fitnah. Saya sampaikan, saya tidak menulis fitnah. Itu asli nyata terjadi kepada saya. Mereka tetap memaksa, tetap mengatakan, menyatakan bahwa saya penyebar fitnah. Saya sampaikan, fitnah dari mana? Kalau memang itu fitnah, fitnah dari mana? Itu real kejadian yang saya alami. Di situ saya juga nangis. Saya juga bilang ke mereka, ke bapak-bapak itu, saya sampaikan ke mereka. Bagaimana kalau kamu mempunyai anak perempuan, kamu mempunyai anak dan kamu mengalami hal yang sama seperti orang tua saya. Anak kamu diperlakukan seperti itu, bagaimana perasaan kamu sebagai orang tua. Apa yang kamu lakukan, apa kamu menyuruh anakmu menulis surat pernyataan bahwa dia itu salah. Kenyataannya dia yang teraniaya.

Bagaimana perasaanmu, saya sampaikan ke mereka. Mereka tidak bisa menjawab. Tetap memaksa saya, tetap menyuruh saya menulis surat bahwa saya bersalah. Saya tidak bersalah. Saya tidak mau menulis. Saya jawab seperti itu. Saya yakin, saya yakin, saya yakin saya masih percaya ada hati yang masih murni. Saya masih percaya di negara ini masih ada jiwa-jiwa yang suci yang melihat dengan kebenaran. Saya yakin masih ada.” Ujar Korban 2.

“Demi kebenaran, demi keadilan, demi kemanusiaan. Saya tidak takut. Saya tidak akan takut, saya tidak gentar, saya akan terus maju. Saya yakin Allah menolong saya.”

Bantahan Mas Bechi

Mas Bechi sudah membantah semua tuduhan. Dia menilai tak layak menerima tuduhan sebagai pelaku pencabulan.

“Apalagi saya dituduh nggak-nggak, sampai nggak pantas itu, kemudian dari surat panggilan itu mereka sebar ke media-media. Padahal mereka nggak pernah ketemu saya kok, kok lucu,” imbuhnya. Mas Bechi juga sempat menyinggung dirinya bukanlah buron polisi. Mas Bechi mengaku masih beraktivitas seperti biasa di kediamannya dan tidak merasa takut karena tak bersalah.

Dia juga menyebut tak melakukan tindakan kriminal. Mas Bechi mengaku kaget tiba-tiba diperkarakan. “Orangnya (saya) itu lo nggak buron, orangnya itu masih ada di rumah, di rumahnya itu ada. Ndak masuk akal. Saya ingatkan kepada kepolisian, dari pusat ke daerah, terutama khususnya itu Polres Jombang, saya tidak akan pernah mundur, tidak akan pernah mundur sejengkal pun karena saya bukan teroris. Saya bukan pengacau keamanan, saya bukan kriminal. La wong aku gak tau lapo-lapo kok diperkarano (Lah saya tidak pernah ngapa-ngapain kok diperkarakan),” kata Mas Bechi dalam video yang dilihat detikcom, Rabu (29/1/2020).

2. Kasus Pelecehan Seksual Oleh Motivator Julianto Eka Putra

Gambar Unjuk rasa di Batu, Sumber: Suaramalang

Pada tanggal 20 Juli 2022, sidang dugaan kekerasan seksual dengan terdakwa motivator sekaligus pemimpin Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Julianto Eka Putra di Pengadilan Negeri (PN) Malang memasuki agenda pembacaan tuntutan. Sidang ke-20 ini diwarnai aksi demo ratusan orang. Para pengunjuk rasa menggelar aksi simpati di pintu masuk PN Malang, Jalan Raden Intan Kota Malang. Massa terdiri dari para aktivis LSM Perlindungan Anak, simpatisan dan alumni SPI. Massa membentangkan berbagai spanduk dan poster yang meminta majelis hakim menghukum setimpal bagi pelaku tindak kekerasan seksual.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait berada di antara para massa di depan pagar. Dia berkesempatan memberikan orasi di depan massa. “Kita di sini mendorong agar Julianto Eka Putra dituntut setimpal atas perbuatannya,” tegas Arist dalam orasinya, Rabu (20/7). Pada tanggal [5 Agustus 2021 Julianto Eka Putra ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan terhadap siswa SMA Selamat Pagi Indonesia. Korbannya mencapai 21 orang, menurut Kompas.com.

Kasus kekerasan seksual itu sudah terjadi sejak tahun 2009 namun tidak langsung dilaporkan. Kasus berawal saat pihaknya menerima aduan dari salah seorang korban. Komnas PA kemudian mengumpulkan keterangan dari siswa dan alumni yang tersebar di seluruh Indonesia. Korban pun bermunculan. Ada belasan orang yang mengaku menjadi korban kekerasan seksual JE dan diduga pelecehan terjadi sejak tahun 2009. Namun hanya tiga orang korban yang langsung datang dan memberikan keterangan pada penyidik di kepolisian. Akhirnya dua korban JE dalam Podcast Deddy Corbuzier membongkar perbuatan bejat JE. Tak hanya pelecehan seksual, JE juga berulang kali melakukan kekerasan fisik dan verbal terhadap korbannya.

Gambar Julianto Eka Putra, Sumber Kastara.id

“Kurang lebih 15 orang, yang tiga orang begitu serius persoalannya. Ada kemungkinan korban-korban baru karena ini tidak pernah terbuka dan tidak ketahuan,” ujar dia. JE diduga melakukan perbuatan tidak terpuji itu bukan hanya kepada siswa yang masih bersekolah.

Bahkan Kekerasan seksual ini juga diduga dilakukan oleh JE ketika ia dan murid-muridnya sedang kunjungan ke luar negeri. Sekolah tersebut memang banyak memiliki program kunjungan lantaran salah satu keunggulannya adalah pendidikan kewirausahaan. Modus yang digunakan oleh JE adalah memanggil korban ke ruang khusus JE, biasanya diawali dengan pemberian motivasi untuk masa depannya, atau JE kerap menanyakan kondisi keluarga korban. Setelah memberi motivasi, JE kemudian mulai beraksi, seperti merangkul dan memeluk korban serta meminta korban menganggap JE seperti ayahnya sendiri.

“Kamu saya lihat punya jiwa leadership, kamu bisa saya jadikan sesuatu untuk mengangkat ekonomi keluarga. Intinya kamu harus nurut apapun kata saya,” kata korban menirukan ucapan JE.

Awalnya korban ini tidak merasa aneh dengan sikap kebapakan JE. Sebab dia mengaku sudah menjadi anak yatim sejak kelas 6 SD, sehingga merasa menemukan figur ayah saat bertemu dengan JE. Akan tetapi perasaannya berubah dalam hitungan menit, karena ketika itu korban mulai merasa tidak nyaman saat tiba-tiba JE menciumnya. Sebulan setelah kejadian, korban dipanggil kembali menghadap JE pada malam hari untuk diberi motivasi. Awalnya, JE berbasa-basi dengan menanyakan kondisi keluarga korban. Korban kaget saat JE mendekat dan merabanya. Korban menyatakan bahwa saat itu ia hanya merasa kaku, diam, kaget, bingung, dan tidak berani berbuat apa-apa. Ia hanya bisa diam dan diperintah untuk kembali ke asrama oleh JE. Korban juga menyampaikan bahwa beberapa waktu setelah kejadian tersebut, JE kembali memanggilnya ke sebuah ruang khusus yang ditempati JE. Ruang itu masih berada di dalam lingkungan sekolah.

Pengakuan Korban

Dari pengakuan salah satu korban, ia diperkosa hingga 15 kali di sekolah SPI.

Korban mengatakan bahwa kondisi saat itu sudah gelap dan tiba-tiba JE menarik tangannya ke dalam salah satu ruangan. “Di situ saya merasa enggak berharga, Tuhan ini gimana, saya harus bagaimana, saya enggak ngerti di situ,” ucapnya sambil menangis pilu.

Bantahan kuasa hukum Julianto Eko Putra

Kuasa hukum JE dari Kantor Hukum Recky Bernadus and Partners, Recky Bernadus Surupandy meminta, pihak kepolisian untuk membuktikan laporan itu. Menurutnya, laporan yang dilayangkan ke Polda Jawa Timur oleh korban yang didampingi oleh Komnas PA belum memiliki bukti yang cukup sesuai dengan KUHAP. “Pelaporan tersebut harus dilengkapi dengan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP,” katanya melalui rilis yang diterima Kompas.com, Senin (31/5/2021).

“Maka dengan ini kami selaku kuasa hukum menyatakan bahwa laporan tersebut belum terbukti dan akan mengikuti seluruh proses hukum yang ada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelasnya. Hal yang sama juga diungkapkan Kepala SMA Selamat Pagi Indonesia, Risna Amalia. Ia mengatakan sejak berdiri tahun 2007, ia tak pernah menerima laporan kekerasan seksual di sekolah. “Karena sesungguhnya yang diberitakan sama sekali tidak benar. Saya di sini sejak sekolah ini berdiri tahun 2007. Bahkan saya menjadi kepala sekolah dan ibu asrama sampai saat ini. Tidak pernah terjadi kejadian-kejadian seperti yang disampaikan. Sama sekali tidak ada,” katanya.

Dari kasus pelecehan seksual tersebut seharusnya kita lebih  menjunjung tinggi nilai moral dan agama, khususnya nilai Pancasila yang merupakan ideologi negeri ini. Harapannya supaya bangsa kita bisa lebih maju lagi kedepannya dan memiliki penerus bangsa. Saat ini masyarakat Indonesia sedang dikejutkan dengan adanya kasus-kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, dan lain-lain. Kenyamanan dan keamanan kini dirasakan kurang bagi para orangtua, khususnya yang memiliki anak perempuan. Oleh karena itu kita sebagai umat yang beragama hendaknya saling menghormati satu sama lain, saling mengerti tanpa memandang bulu. Karena kita sebagai [Rakyat Indonesia wajib menjunjung tinggi Pancasila khususnya pada sila ke-2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan sila ke-5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

DAFTAR ISI

Malvyandie. 2022.  Profil Julianto Eka Putra: Pendiri Sekolah, Kini Terdakwa Kasus Pelecehan,KorbannyaMulaiBersuara,(Online), https://www.tribunnews.com/nasional/2022/07/06/profil-julianto-eka-putra-pendiri-sekolah-kini-terdakwa-kasus-pelecehan-korbannya-mulai-bersuara?page=4

Merdeka.com. 2022. Motivator Julianto Eka Putra Hadapi Tuntutan Perkara Asusila, Massa Demo di PN Malang, (Online), https://id.berita.yahoo.com/motivator-julianto-eka-putra-hadapi-070216238.html, diakses pada 24 Juli 2022.

Muhammad Taufiq. 2022. Demo di Kejari Kota Batu Terkait Pelecehan Seksual di SPI, Kejaksaan Diminta Tak Terprovokasi Podcast Deddy Corbuzier, (Online), https://malang.suara.com/read/2022/07/19/154642/demo-di-kejari-kota-batu-terkait-pelecehan-seksual-di-spi-kejaksaan-diminta-tak-terprovokasi-podcast-deddy-corbuzier, diakses pada 25 Juli 2022.

Hanna Maulida Dewi. 2021. Upaya Pemusnahan Predator Seksual di Dunia Pendidikan, (Online), https://www.kompasiana.com/hanna07794/61a23c1b06310e654d494f27/upaya-pemusnahan-predator-seksual-di-dunia-pendidikan, diakses pda 23 Juli 2022.

Tim Detik.com. 2022. Siapa MSA Anak Kiai Jombang? Nama Lengkap dan Ciri-ciri DPO, (Online), https://apps.detik.com/detik/https://news.detik.com/berita/d-6164666/siapa-msa-anakkiaijombangnamalengkapdanciriciridpo#:~:text=Seorang%20anak%20kiai%20Jombang%20masuk%20dalam%20Daftar%20Pencarian,tersangka%20pencabulan%20pada%20santriwati%20di%20Ponpes%20Shiddiqiyyah%2C%20Jombang, diakses pada 25 Juli 2022.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *