Perlukah Pengesahan RUU PKS?

Posted Leave a commentPosted in Berita

Rapat Paripurna DPR RI tanggal 16 Juli lalu akhirnya memutuskan RUU P-KS akan masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. (cnnindonesia.com 20/7/2020). Sebelumnya, RUU PKS ini dihapus dari Prolegnas Prioritas 2020 dalam Rapat Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 2 Juli 2020. (dpr.go.id 2/7/2020)

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan penundaan pembahasan RUU PKS karena sempitnya waktu dalam masa tahun sidang berjalan. Proses pembahasan yang sulit karena pandemi Covid-19 juga mengurangi beban DPR terhadap RUU yang dibahas (kompas.com 1/7/2020). Banyak anggota DPR yang kecewa atas keputusan itu. Mereka meminta pembahasan RUU tetap dilanjutkan karena RUU ini cukup penting untuk kaum perempuan sesuai tuntutan para aktivis perempuan.(cnnindonesia.com 11/7/2020)

Komnas Perempuan menyesalkan penundaan itu karena perundangan itu merupakan janji semua calon presiden dan sejumlah politikus di Pemilu 2014. Langkah DPR itu dianggap mencederai rasa keadilan dan pemulihan korban kekerasan seksual. Desakan pengesahan RUU PKS makin kuat diajukan setelah terjadi peningkatan kasus kekerasan. Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan 2020 menyatakan selama 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia melonjak hampir 8 kali lipat. Kekerasan makin marak terjadi di lingkungan keluarga seperti inses dan marital rape (kekerasan seksual dalam rumah tangga). (kompas.com 1/7/2020)

Jaringan Kerja Prolegnas Pro-Perempuan (JKP3) menyebutkan bahwa tiga tahun pembahasan alot RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, sudah ada 11.000 korban baru. Bahkan, Komnas Perempuan bersama Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak mencatat adanya peningkatan kasus hingga 75 persen sejak pandemi Covid-19. (cnnindonesia.com 10/7/2020)

Aktivis perempuan berharap pengesahan RUU PKS dapat menekan terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Pengesahan RUU PKS ini dirasa penting karena adanya persoalan di tingkat substansi dari hukum pidana, yang telah menghalangi korban kekerasan seksual terutama perempuan, untuk memperoleh keadilan dan mendapatkan dukungan penuh untuk pemulihan.(cnnindonesia.com 2/7/2020) Termasuk dalam proses pendampingan dan penanganan hukumnya, karena KUHP hanya mengenal istilah pencabulan dan pemerkosaan. (kompas.com 1/7/2020)

RUU PKS akan mengatur spesifik sembilan jenis kekerasan seksual lainnya, meliputi pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemerkosaan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual (voaindonesia.com 7/7/2020). Hal tersebut termaktub dalam Bab V pasal 11, RUU PKS. Sederet kelebihan RUU PKS bila dibandingkan dengan UU yang ada, diyakini para aktivis perempuan dapat mengurangi kekerasan terhadap perempuan. Harapan besar ini telah membius mereka sehingga mereka tidak pernah berhenti untuk memperjuangkan pengesahan RUU PKS.

Dalam beberapa ruang lingkup dari isi pasal tersebut tidak nampak ada problematikanya, sehingga jika orang awam membacanya tidak mendalam, apalagi jika dibangun argumentasi “demi melindungi perempuan” maka akan cenderung setuju dengan RUU PKS ini. Padahal ada beberapa titik kritis yang cukup paradigmatik (mendasar) terkait RUU PKS ini, salah satunya adalah:

Kritis paradigmatik tentang definisi “Kekerasan seksual”. RUU tersebut menggunakan frasa dan narasi “kekerasan seksual”. Jika ditilik dari sisi terminologi, maka penggunaan istilah tersebut akan sangat jelas mereduksi makna “zina” yang sesungguhnya. Sebab, azas contrarios (pemahaman terbalik), jika perbuatan seksual dari sembilan rumusan tadi, misalnya penggunaan kontrasepsi atau perilaku aborsi, tidak bisa disebut kekerasan perkosaan jika asasnya suka sama suka, alias tidak ada paksaan ataupun kekerasan.

Oleh karena itu, tidak tepat Perkataan Menko Polhukam Mahfud MD bahwa RUU PKS merupakan bentuk hadirnya negara di dalam penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, dan menjadi jalan keluar untuk perlindungan perempuan (merdeka.com 19/12/2019). Meski ada banyak undang-undang dibuat negara, namun ketika perempuan dan anak tetap mengalami kekerasan, maka sesungguhnya negara tidak pernah hadir dalam kehidupan rakyatnya.

Memang benar, peningkatan kekerasan terhadap perempuan, terus terjadi, bahkan dengan jenis kekerasan yang makin beragam dan makin memprihatinkan. Namun sejatinya penyebabnya bukan karena belum disahkannya RUU PKS.

Kehidupan sekuler yang membebaskan kehidupan manusia dalam segala aspek menyebabkan semua kejahatan itu terjadi. Masyarakat yang dibesarkan dalam ideologi tersebut, sehingga menjadikan individu tega melakukan kejahatan terhadap sesama, bahkan terhadap keluarganya sendiri. Saat ini manusia  bahkan menjadi lebih kejam dari binatang yang tercermin dalam makin tingginya KDRT dalam bentuk kekerasan terhadap anak perempuan dan inses. (komnasperempuan.go.id 6/3/2020)

RUU PKS menggunakan definisi ‘Kekerasan seksual’ yang terfokus pada klausul “secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas”. Klausul tersebut memberi kesan bahwa sebuah perbuatan seksual yang dilakukan tanpa paksaan, dikehendaki oleh satu sama lain; atau seseorang secara bebas memberikan persetujuannya, tidak akan dikategorikan sebagai pelanggaran.

Jika tubuh seseorang dieksploitasi demi hasrat seksual, namun atas persetujuan yang bersangkutan, dan atas karenanya yang bersangkutan akan mendapatkan keuntungan, tidak akan terkena delik kekerasan. Jelas klausul ini ambigu. Bahkan, jika membedah pasal-pasalnya, akan kita temukan beberapa ketidakjelasan definisi yang berpotensi menjadi pasal karet.

Pelecehan seksual, didefinisikan pada Pasal 12 sebagai “Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan”. Definisi tidak jelas dan bisa berekses pada tafsir sepihak dan digunakan untuk mengkriminalisasi kritik moral masyarakat atas perilaku menyimpang.

Pemaksaan aborsi, didefinisikan pada Pasal 15 sebagai “Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk memaksa orang lain untuk melakukan aborsi dengan kekerasan, ancaman kekerasan, tipu muslihat, rangkaian kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan, atau menggunakan kondisi seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan”. Dapat menimbulkan persepsi bahwa aborsi menjadi boleh selama tidak ada unsur ‘memaksa orang lain’

Pemaksaan pelacuran, didefinisikan pada Pasal 18 sebagai “Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk kekerasan, ancaman kekerasan, rangkaian kebohongan, nama, identitas, atau martabat palsu, atau penyalahgunaan kepercayaan, melacurkan seseorang dengan maksud menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain”. Menimbulkan persepsi bahwa pelacuran dibolehkan selama tidak dalam kondisi dipaksa. Padahal perzinahan merupakan perbuatan yang dilarang oleh agama.

Menjadikan perempuan berdaulat atas tubuhnya sendiri bukanlah solusi kekerasan seksual. Bukankah perempuan juga manusia yang terbatas? Ia tidak mampu memahami hakikat baik-buruk bagi dirinya. Bahkan ini berpotensi merusak relasi perempuan dan laki-laki di tengah masyarakat. Penanganan kejahatan haruslah dilakukan secara preventif dan kuratif. Tanpa upaya preventif, apapun langkah kuratif yang dilakukan tidak akan pernah efektif. Tanpa solusi kuratif, upaya preventif akan mandul.

Dari sisi preventif, menanamkan ketakwaan dalam diri individu melalui jalur pendidikan baik formal maupun nonformal. Individu yang bertakwa memiliki keyakinan bahwa sekecil apapun perbuatan buruk, akan diketahui oleh Sang Pencipta  dan pasti mendapatkan balasan di hari akhirat. Keterikatan pada hukum pencipta mampu mencegah perbuatan zalim apapun dan terhadap siapapun.

Adanya pembentuk masyarakat yang seharusnya berbudaya pada menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran (keburukan). Mereka tak akan membiarkan muncul kezaliman dan pelanggaran apapun di lingkungannya. Masyarakat pun akan terkondisikan dengan pengaturan kehidupan yang seharusnya, tanpa aurat yang bertebaran di ranah publik, alpa pornografi dan pornoaksi, menempatkan perempuan sebagai kehormatan yang harus dijaga.

Negara mencegah dan memberantas peredaran narkoba dan minuman keras, serta apapun yang terbukti merusak akal dan menjadi pintu bagi kemaksiatan lainnya. Negara pula yang melakukan upaya kuratif dengan menerapkan sanksi tegas atas segala kemaksiatan, termasuk kekerasan atau kejahatan seksual tanpa pandang bulu.

Adanya sistem dari Sang Pencipta, wajar bila sistem tersebut -dengan keterpaduan upaya preventif dan kuratif- mampu menyelesaikan seluruh permasalahan umat manusia, baik itu perempuan maupun laki-laki. Sistem ini juga akan menghapus kejahatan atau kekerasan seksual secara tuntas, tanpa menyisakan masalah ataupun menimbulkan problematika baru di tengah masyarakat.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN

BEM FMIPA UM 2020

new nike football boots 2012 2017 – 002 – Nike Air Max 270 ESS Ανδρικά Παπούτσια Γκρι / Λευκό DM2462 | New Balance 327 Moonbeam Burgundy , Where To Buy , WS327KA , Ietp

POLEMIK PROGRAM ORGANISASI PENGGERAK KEMENDIKBUD

Posted Leave a commentPosted in Berita

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan Program Organisasi Penggerak (POP) pada Maret 2020. Menurut Peraturan Sekjen Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 program ini memiliki tujuan yang digadang-gadang dapat meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah yang melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang bergerak di bidang pendidikan.

Untuk program ini kemendikbud mengalokasikan dana sebesar 595 miliar per tahun yang diambil penuh dari APBN demi menyokong POP yang menjadi bagian dari misi Merdeka Belajar episode IV. Dana tersebut akan dikucurkan kepada organisasi masyarakat terpilih untuk menjalankan program-program pelatihan guru dan kepala sekolah agar memiliki kompetensi menciptakan anak didik berkualitas dalam segi ilmu maupun karakter.

Organisasi yang terpilih akan dibagi menjadi 3 kategori yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp.20 miliar/tahun, Macan Rp.5 miliar/tahun, dan kijang Rp.1 miliar/tahun.

Beberapa organisasi yang terkualifikasi ke dalam POP yang telah lama berkecimpung di dunia pendidikan Indonesia seperti Muhammadiyah, NU, dan PGRI menyatakan mundur dari POP Kemendikbud. (tirto.id 24/7/2020)

Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Sunanto meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi kinerja Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.  Hal itu terkait sejumlah kejanggalan program organisasi penggerak pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang memicu mundurnya dua organisasi besar Islam, Muhammadiyah dan NU. (kompas.com 25/7/2020). Adapun menurut PGRI anggaran sebesar itu akan sangat bermanfaat jika dialokasikan untuk membantu siswa, guru honorer, penyedia infrastruktur demi menunjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). (tirto.id 29/7/2020)

Muhammadiyah dan NU menilai proses evaluasi proposal POP sangat tidak jelas lantaran tidak ada perbedaan antara lembaga Corporate Social Responsibility (CSR) yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi yang berhak mendapat bantuan pemerintah. Beberapa yayasan yang dianggap merupakan kegiatan CSR perusahaan ternyata ambil bagian di dalamnya.

Dilansir dari Kompas.com (23/7/2020), masuknya Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation ke dalam daftar penerima hibah dari Kemendikbud untuk kategori gajah (Rp.20 miliar) merupakan langkah tidak etis. Dua lembaga itu dinilai Huda terafiliasi dengan korporasi yang dinilai tidak butuh hibah APBN.

Masuknya dua lembaga nonprofit yang disebut mendapat hibah dari POP ini juga menuai kritik dari DPR. Pada Kamis, 23 Juli Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan pihaknya akan memanggil Mendikbud Nadiem Makarim untuk meminta penjelasan terkait kebijakan POP yang berpolemik ini. Menurutnya, dua lembaga nonprofit itu seharusnya memberikan CSR untuk dunia pendidikan bukan malah mendapatkan dana hibah. (kompas.com 29/7/2020)

Sebelumnya, Nadiem menegaskan yayasan Putera Sampoerna bersama Tanoto tidak menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Program Organisasi Penggerak (POP). Dia menjelaskan yayasan tersebut menggunakan skema pembiayaan mandiri. Mendikbud juga berharap organisasi penggerak yang mundur dapat bergabung kembali. (merdeka.com 29/7/2020)

Seharusnya, negaralah yang berkewajiban mengatur segala aspek sistem pendidikan yang diterapkan. Mulai dari kurikulum, metode pengajaran, bahan-bahan ajar, hingga kualitas pengajar dan pengelola pendidikan, semuanya tanggung jawab negara. Kepala negara berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat yakni para guru.

Pun anggaran pendidikan yang diambil dari kas negara, akan digunakan seoptimal mungkin untuk pembiayaan semua pos pendidikan oleh negara. Negaralah yang bertanggung jawab melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi semua program pendidikan melalui peran para abdi negaranya yang amanah.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN

BEM FMIPA UM 2020

001 – DC4091 – NikesneakersShops , nike air chromeposite for sale california cheap – Jordan Jordan 1 Mid MMD (Black) | Buy Yeezy Shoes – Adidas x Kanye West — Ietp

Pelonggaran PSBB, Kebijakan Oportunis Pemerintah Terhadap Penanganan Covid-19

Posted Leave a commentPosted in Berita

Pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Hingga saat ini update per Sabtu (23/5/2020) pasien corona mencapai 20.796 jiwa. Sedangkan yang berhasil sembuh bertambah menjadi 5.057 orang. Hal ini memperlihatkan bahwa penambahan korban Covid-19 masih cukup tinggi per harinya.

Berbagai macam cara telah dilakukan oleh pemerintah untuk menekan jumlah pasien agar tidak bertambah. Salah satunya adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pada kebijakan ini, diadakan restriksi di beberapa bidang kecuali bidang logistik, keuangan, kesehatan, dan energi. Sudah ada beberapa daerah yang mempraktikkan kebijakan ini. Utamanya daerah Jabodetabek dan Surabaya Raya.

Masalah lain yang timbul adalah menurunnya jumlah pendapatan masyarakat, bahkan ada yang sama sekali tidak dapat pemasukan. Ada dari mereka yang banting stir beralih ke usaha lainnya, namun tak jarang juga yang justru jadi pengangguran.

Belum selesai masalah per ekonomian masyarakat. Berita rencana masuknya 500 tenaga kerja asing (TKA) Cina ke Sulawesi Tenggara di masa PSBB telah menimbulkan keresahan. Sulawesi Tenggara yang sudah masuk zona merah seharusnya fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dengan dukungan fasilitas kesehatan dan kebutuhan pokok. Namun pemerintah pusat justru memberikan izin masuknya TKA Cina tersebut. (Kompas.com 11/5/2020)

Sungguh sangat miris, masyarakat Indonesia yang sedang mengalami krisi ekonomi karena PHK yang terjadi dimana-mana justru dihadapkan dengan rencana masuknya TKA ke Indonesia. Tentunya kondisi ini menimbulkan penolakan dari pemerintah setempat, polemik ini akhirnya berujung pada penundaan sementara izin untuk mendatangkan TKA Cina tersebut sampai kondisi dinyatakan normal dan aman.

Pukulan jebloknya usaha/bisnis ini tak hanya menelan korban usaha kecil dan menengah. Usaha-usaha besar seperti pabrik-pabrik besar pun mengalami penyendatan. Menurut Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira jika PSBB ini terus berlanjut hingga periode akhir bulan krisis ekonomi semakin menghujam parah.

Menurut Bhima, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini (2020) bisa saja menjadi minus 2% dengan meningkatnya kemiskinan 12%-13%. Sementara pengangguran pun akan meningkat drastis. Dari 5% naik menjadi 9%-10%, atau bahkan dua kali lipat lebih. (BBC, 4/5/2020)

Presiden Jokowi meminta Kapolri dan Panglima TNI memastikan larangan mudik efektif berjalan di lapangan. Jokowi juga menambahkan, pemerintah hanya melarang aktivitas mudik, bukan melarang operasional dari angkutannya.

Jokowi sebelumnya menegaskan pemerintah belum akan mengambil kebijakan pelonggaran PSBB. Saat ini hal itu masih sebatas rencana. (detik.com 18/5/2020)

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Irwan mengkritik. Menurutnya PSBB saat ini masih bersifat longgar dan tidak tegas. Pernyataan ini dikuatkan dengan masih terus bertambahnya pasien Covid-19.

Irwan menyarankan harusnya PSBB itu jauh lebih ketat lagi. Agar berjalan lebih efektif, idealnya perlu ada sanksi pelanggaran yang tegas. Kalau pun ada yang stres, menurutnya lebih karena biaya hidup selama PSBB tidak dijamin negara. Sehingga masyarakat harus memeras otak untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari.

Kondisi amburadul yang terjadi saat PSBB sebenarnya sudah terjadi sejak awal, yakni saat pemerintah terlihat tidak serius menangani wabah ini. Ketika dunia sudah kelabakan melawan Covid-19, pemerintah justru menggenjot investasi dan wisata.

Ketika Covid-19 sudah tersebar dan banyak korban berjatuhan, justru opsi PSBB yang dipilih. Bukan karantina atau lockdown. Irwan menambahkan, apa yang dilakukan pemerintah saat ini hanya terkesan melindungi kedudukan dan ekonomi saja. Masalah nyawa rakyat urusan selanjutnya. (cnbcindonesia, 4/5/20)

“Pelonggaran PSBB memang tidak dapat dihindari mengingat daya tahan perusahaan dan masyarakat sudah sangat terbatas,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani kepada (katadata.co.id 13/5/2020)

Kontra pun disampaikan anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat, Syahrul Aidi Maazat. Syahrul justru mencurigai rencana relaksasi PSBB ini hanya untuk melonggarkan sejumlah pebisnis. Mereka hampir bangkrut, sehingga mendesak pemerintah untuk melonggarkan kebijakan PSBB.

Jika dugaan tersebut benar, dapat diartikan pemerintah justru melanggar asas keadilan dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam UU Karantina Kesehatan disebutkan bahwa keselamatan masyarakat adalah hal yang paling utama. Syahrul mengkhawatirkan, jika PSBB ini melonggar, justru akan lebih banyak jatuh korban. (tempo, 3/5/2020).

Dari apa yang telah dipaparkan ada dua kesimpulan mengapa PSBB akan dilonggarkan. Pertama karena alasan ekonomi, dan yang kedua karena kesulitan negara menjamin kebutuhan masyarakat saat pandemi.

Adapun alasan pertama sebagaimana dipaparkan ekonom INDEF, Bhima Yudisthira, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat hingga minus dua persen. Hal ini akan mengakibatkan tidak berjalannya sektor perekonomian. Baik segala macam usaha, moda transportasi, dan aktivitas ekonomi lainnya.

Selain menghindari krisis, terdapat permintaan pelonggaran PSBB. Bagi usaha-usaha nonpangan atau kesehatan, pastilah mengalami kemerosotan pendapatan atas usahanya. Oleh karena itu, “orang-orang pebisnis” menekan pemerintah agar usahanya dapat berjalan. Maklumlah, prinsip ekonomi kapitalis yang dipakai. Berbisnis hanya mementingkan untung semata. Tidak perlu unsur kemanusiaannya.

Banyaknya masyarakat yang mengaku stres karena susah dapat uang, para pemudik yang nekat mudik di tengah larangan mudik, para korban PHK yang nekat bunuh diri, atau bahkan ada yang rela jual ginjal demi makan sehari-hari, membuktikan bahwa negara kesulitan mengurusi kebutuhan rakyatnya.

Seharusnya, baik dalam kebijakan lockdown, karantina wilayah, atau PSBB, ada tanggung jawab negara memenuhi kebutuhan rakyatnya. Bedanya, jika lockdown atau karantina wilayah pemerintah menjamin 100% kebutuhan dasar masyarakat. Sementara PSBB (setidaknya) pemerintah menjamin keberadaan kebutuhan dasar itu mudah didapatkan.

Bagi yang memang kesulitan ekonomi, 100% menjadi tanggungan negara. Jadi, tidak ada masyarakat yang merasa sulit hidup di masa PSBB. Kalaupun ada tagihan, negara memberikan keringanan baik penundaan atau pelunasan. Semua itu dilakukan agar masyarakat patuh dan masalah Covid-19 segera teratasi.

Sayangnya,  dengan kondisi keuangan negara sedang pas-pasan belum mampu untuk menjamin kebutuhan pokok masyarakat yang terdampak Covid-19 ini.

Penanganan yang seharusnya ketika kasus penularan wabah, maka akan dilakukan karantina wilayah tempat wabah tersebut berada. Dengan penjagaan ketat, warga daerah wabah tak boleh keluar daerah demi menghindari penularan secara bebas. Begitu pun warga daerah luar wabah, tak boleh masuk daerah wabah. Semua demi keamanan bersama.

Jika dilakukan karantina seperti itu, maka negara wajib menjamin kebutuhan tiap individu terdampak. Pasalnya, ketika menjalani karantina mereka pasti akan kekurangan uang dan bahan makanan untuk memenuhi hajat hidupnya. Di sinilah negara memberikan bantuannya meskipun akhirnya perekonomian di daerah itu mengalami kemunduran. Sebab, prioritas utama negara adalah keselamatan rakyat.

Jika semua SDA ini dikuasai dan dikelola oleh negara, maka hasilnya bisa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bahkan bisa dipakai untuk pembiayaan mendadak kala bencana atau wabah.

Namun apa yang seharusnya dilakukan ketika ada wabah ini menjadi hal yang mustahil untuk dilaksanakan karena SDA tidak dikuasai oleh negara melainkan oleh pihak asing seperti tambang emas di Papua yang dikuasai oleh PT Freeport, tambang geothermal di Jawa Barat dikuasai oleh PT Chevron.

Padahal, jika pada keadaan genting seperti sekarang bantuan dari pemerintah sangatlah dibutuhkan. Namun, pemasukan untuk terlaksananya bantuan tersebut sangat minim dan bahkan ada yang sampai salah sasaran.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN

BEM FMIPA UM 2020

nike air force 1 low uv | OFF – WHITE x Wmns nike zoom waffle xc 10 mens spikes red eyes SP ‘Sail’ — Kick Lark – nike eric koston sneaker shoes

Kematian Pelaut Indonesia di Kapal Cina: Kesalahan atau Kelalaian?

Posted Leave a commentPosted in Berita

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengungkapkan bahwa kronologi dari meninggalnya 4 anak buah kapal (ABK) warga negara Indonesia di kapal berbendera Cina. Beliau mengatakan ada 46 anak buah kapal (ABK) yang berasal dari Indonesia bekerja di empat kapal berbendera Cina tersebut. Retno mengaku mendapatkan informasi ada jenazah dua ABK WNI di kapal Long Xin 269 yang dilarung di perairan Samudera Pasifik pada Desember 2019. Keputusan pelarungan jenazah ini diambil oleh kapten kapal karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya.

Anggota DPR Komisi IX, Saleh Partaonan Daulay, mengutuk keras tindakan perbudakan terhadap ABK WNI di kapal Cina. Praktik perbudakan sudah di luar batas perikemanusiaan dan bertentangan dengan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik).

“Sungguh sangat tidak adil. TKA Cina kita perlakukan dengan baik. Mengapa WNI kita tidak dilindungi ketika bekerja di sana? Jangan sampai, bangsa kita selalu inferior jika berhadapan dengan negara lain,” katanya di Jakarta, Sabtu (9/5/2020).

Atas kejadian itu, KBRI Beijing telah menyampaikan nota diplomatik meminta penjelasan atas kasus ini. Nota diplomatik KBRI Beijing telah dijawab oleh Kemlu RRT yang menjelaskan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan intern untuk menjaga kesehatan awak kapal sesuai ketentuan ILO. (detik.com, 7/5/2020)

Kisah ABK yang jenazahnya dilarung ke laut menjadi perbincangan publik. Kisah miris mereka diberitakan ulang oleh youtuber Jang Hansol. Mereka merasa diperbudak oleh kapal berbendera Cina tersebut. Mereka bahkan hanya tidur tiga jam, bekerja sepanjang hari, makan dan minum dari hasil sulingan air laut dan umpan ikan. Sementara terhadap ABK asal Cina mereka diperlakukan istimewa.

Melansir dari laman bbcindonesia.com, 8/5/2020, Kementerian Tenaga Kerja melalui Plt Dirjen Binapenta dan PKK, Aris Wahyudi mengatakan akan melarang ABK yang tidak memenuhi standar kompetensi untuk bekerja di luar negeri. Dugaan kekerasan dan penahahan gaji oleh kapal ikan berbendera Cina, Long Xin 629 pun menyeruak ke permukaan.

Data dari Migrant Care menunjukkan mereka menerima 205 aduan kekerasan terhadap ABK Indonesia di kapal asing, juga gaji yang ditahan, dalam kurun waktu delapan tahun belakangan. Koordinator National Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia, M. Abdi Suhufan, menyebut konflik di kapal sering terjadi karena ABK asal Indonesia tidak dibekali kemampuan bekerja di atas kapal asing.

Kompetensi yang dibutuhkan dalam hal ini setidaknya hal-hal yang berkaitan dengan bidang laut seperti gambaran melaut, penggunaan alat pancing, jaring dan sebagainya. Selain itu kemampuan bahasa asing juga tak dibekali. Hal ini memicu kerentanan konflik di kapal. Bayangkan saja, melaut di kapal asing hanya berbekal KTP, ijazah, buku pelaut, dan paspor, tanpa kemampuan dasar tentu saja rentan terjadi eksploitasi tenaga buruh di laut. Merespons peristiwa ini, pemerintah akan memperketat aturan awak kapal yang bekerja di kapal asing.

Perbudakan ABK yang berulang terjadi, pelarungan terhadap tiga ABK Indonesia juga mengindikasikan perlakuan tak manusiawi kerap dialami pekerja migran. Sebagaimana nasib TKI yang bekerja di luar negeri. Pekerja yang bekerja di luar negeri selalu menjadi korban kekerasan negara lain. Tanpa jaminan dan perlindungan dari negara asal.

Sejumlah netizen menceritakan gaji yang diberikan pihak kapal dinilai tidak manusiawi. Kru kapal yang bekerja selama 13 bulan, 5 kru kapal hanya menerima gaji sekitar 140.000 won atau Rp1,7 juta. Jika dibagi per bulan, kru kapal tersebut hanya menerima gaji sekitar 11.000 won atau Rp135.350. Hal ini membuktikan betapa murahnya harga tenaga kerja Indonesia bagi asing. Sekaligus menandakan bahwa peran negara dalam membuka lapangan kerja untuk penduduk pribumi terbilang minim.

Mari bandingkan bagaimana perlakuan negara terhadap TKA Cina. Mereka diperlakukan bak anak emas. TKA terutama asal Cina memang seperti mendapat perlakuan istimewa. Saat warga menolak kedatangan TKA ke sejumlah wilayah dengan alasan pandemi Covid-19, pemerintah justru memberikan pembelaan. Terakhir kedatangan 500 TKA Cina yang akan bekerja di Konawe, Sulawesi Tenggara, mendapat restu pemerintah. Kemenaker mengatakan bahwa pemerintah tak bisa melarang karena kedatangan mereka sudah sesuai prosedur.

Sementara anak sendiri terkatung-katung tanpa kepastian kerja. Mereka pun berjibaku sendiri mendapat kerja dari agen pengiriman buruh secara liar dan ilegal. Sehingga banyak kasus TKI dan ABK yang ilegal.

Pada kondisi saat ini fakta perbudakan modern masih berpeluang terjadi. Sebabnya, persoalan ekonomi seperti kemiskinan, tuntutan nafkah keluarga menjadi alasan para buruh bekerja tanpa henti. Sayangnya, perlindungan terhadap buruh formal atau informal sangat lemah. Meski payung hukum terhadap tenaga kerja itu ada, nyaris pelaksanannya masih jauh dari harapan. Inilah fakta bahwa sistem kapitalisme belum mampu menjawab solusi atas persoalan ekonomi, ketenagakerjaan, dan mengatasi kemiskinan. Yaitu jaminan dan kesejahteraan.

Negara adalah pengurus urusan rakyat. Negara adalah pelindung dan perisai bagi rakyat yang ada di belakangnya. Sayangnya, peran negara hanya mengatur dengan kebijakan dan aturan tapi tak mampu melindungi serta menjamin kehidupan rakyatnya. Siapa yang bermodal, dialah penguasa sesungguhnya.  Kasus yang menimpa ABK di kapal Cina hanya menambah rentetan minimnya perlindungan negara terhadap warga yang mencari nafkah di negeri orang karena kesulitan mendapatkan pekerjaan di negeri sendiri.

Dalam menunaikan tugasnya, negara seharusnya membuat aturan dan pengawasan ketat terhadap perusahaan atau agen yang melayani pengiriman pekerja migran ke luar negeri. Dibuat sanksi yang tegas dan berefek jera. Agar perusahaan atau agen-agen nakal itu tak berulah melakukan praktik penyelundupan tenaga kerja. Dari sisi tenaga kerja, negara semestinya juga berperan dalam memberi pelatihan dan pembekalan dasar bagi pekerja. Tujuannya, agar mereka memiliki kompetensi mumpuni dalam mengarungi pekerjaan yang akan mereka lakukan. Bukan berbekal nekat atau minim kemampuan dan pengalaman.

Kontrak kerja adalah memanfaatkan jasa sesuatu yang dikontrak. Adapun yang berhubungan dengan seorang pekerja maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya. Karena itu, untuk mengontrak seorang pekerja harus ditentukan jenis pekerjaannya sekaligus waktu, upah, dan tenaganya.

Jenis pekerjaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur, karena transaksi kontrak kerja yang masih kabur hukumnya adalah rusak. Yang juga harus ditetapkan adalah tenaga yang harus dicurahkan oleh para pekerja sehingga para pekerja tidak dibebani dengan pekerjaan yang di luar kapasitasnya.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN

BEM FMIPA UM 2020

75% – تسوق أونلاين في السعودية مع خصم 25 , أحذية ازياء رياضية الجري للرجال , adidas copa mundials in color today schedule 2016 , نمشي | pink and black womens nike presto pants women – Compra Nike BLAZER MID ’77 – 100 – DC7331

Polemik di Tengah Pandemi; Kriminalitas Patut di Waspadai

Posted Leave a commentPosted in Berita

Masalah demi masalah terus terjadi di tengah pandemi. Sangat begitu terlihat bagaimana pemerintah mengahadapi dampak dari virus pandemi ini. Meski sudah dipoles sedemikian rupa lewat berbagai berita di media, hingga berbagai sikap positif yang ditunjukkan para pejabat negara serta jajarannya, tak bisa menutup mata dan lisan publik untuk mengoreksi setiap kebijakan mereka.

Kebijakan dari pemerintah banyak menuai polemik dan masih tetap di jalankan. Salah satunya yaitu polemik dari keputusan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, yang menerbitkan Keputusan Menteri (Kepmen) mengenai pembebasa napi demi mencegah penyebaran virus corona di penjara.

Keputusan Kepmen tersebut diterbitkan pada 30 Maret, hingga saat ini sudah ada 35 ribu lebih narapidana yang bebas dengan program asimilasi dan integrasi.

Dasarnya tertuang pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 10 Tahun 2020, Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI No.M.HH-19 Pk 01.04.04 Tahun 2020, dan Surat Edaran Dierktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-497.PK.01.04.04 Tahun 2020. (nasional.okezone.com, 12/04/2020)

Pembebasan ini dilakukan dengan mempertimbangkan rawannya penyebaran Covid-19 di dalam lapas/rutan/LPKA di Indonesia yang mengalami kelebihan penghuni yang secara umum kapasitas lapas di seluruh Indonesia ada 130.000 orang, namun real penguninya hampir 270.000 napi. Namun, kita pun harus tetap menyadari bahwa tak ada yang bisa menjamin, para napi yang telah dibebaskan ini tidak melakukan kembali tindak kejahatan.  Karena pada faktanya juga kita banyak menjumpai para napi yang keluar-masuk penjara. Kebijakan ini tentu juga sangat meresahkan masyarakat umum.

Ditjen PAS sebenarnya juga  mewajibkan para napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah. Namun, apakah itu bisa memberikan pengaruh dan menjamin para napi untuk tidak melakukan tindak kejahatan lagi?

Di Kota Malang saja, angka Kejahatan meningkat pasca ratusan napi mendapatkan asimilasi. Dalam kurun waktu satu pekan, terjadi sebelas tindakan kriminalitas.

Angka kejahatan tersebut didominasi oleh tindak kriminalitas yang dilakukan oleh narapidana yang mendapat asimilasi pada awal April lalu. Seperti yang baru saja ditangkap oleh Satuan Unit Reserse Kriminal Polresta Malang Kota, pada Minggu (12/04/2020).

Pihak Kepolisian pun meminta Kementerian Hukum dan Ham lebih selektif dan tepat salam menjalankan program asimilasi ini. (malang-kompas.com, 15/4/2020)

Menterri Yasonna mengakui bahwa munculnya ide pembebasan napi didapatkan dari pesan Komisi Tinggi untuk HAM PBB, Michelle Bachelett, Sub Komite Pencegahan Penyiksaan PBB yang merekomendasikan agar Indonesia membebaskan sejumlah napi yang tinggal di lapas dengan kapasitas terlalu banyak.

Ia menjelaskan bahwa pembebasan napi ini memang tidak hanya di Indonesia, namun seluruh dunia. Diantaranya, Iran, Polandia, Amerika, California, New York. Sepertinya itulah yang kemudian menjadi sumber inspirasi pemerintah. Hingga akhirnya Menteri Yasonna membicarakan masalah tersebut dengan Presiden Jokowi.

Presiden pun menyetujuinya dengan adanya pembebasan napi tetapi hanya napi pidana umum saja yang dikarenakan kelebihan kapasitas juga antisipasi penyebaran Covid-19. Pernyataan ini dikatakan pada rapat terbatas mendengar laporan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona, Senin (6/4/2020) (wartakota.tribunnews,10/4/2020)

Kebijakan yang diambil oleh pemerintah menuai kritik dari Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof. Hibnu Nugroho. Beliau mengatakan pascanapi bebas, lapas tidak menyiapkan sistem kontrol para napi dan hanya sekadar membebaskan.

Jumlah napi di dua Lapas di Kota Malang yang mendapat asimilasi sebanyak 400 oran lebih. Pihak Kepolisian menyayangkan hal ini karena Lapas tidak memberi tembusan ke Kepolisian, data napi yang mendapat asimilasi. Sehingga polisi pun tidak bisa melakukan pengawasan, pada ratusan napi yang bebas tersebut. (malang-kompas.com, 15/4/2020).

Di sisi lain, tindak kejahatan yang meningkat saat penademi ini juga memang dilatar belakangi oleh beberapa alasan manusiawi artinya kondisi masyarakat pun hari ini tengah sulit. Begitu banyak warga yang kurang mampu yang akhirnya tambah kesulitan akibat terjadi pandemi. Begitu pula para nara pindana yang baru saja bebas, mereka  tidak mendapat uang pesangon (itu jelas). Akibatnya, mereka pun juga kebinggungan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang sekarang mereka jalani. Keluarga bisa jadi serba kekurangan. Pekerjaan sulit dicari, yang ada hari ini PHK besar-besaran karena perusahaan tak mampu bayar gaji para pekerja. Ide berdagang pun pupus ditengah jalan karena tak ada modal. Lantas, kemana mereka harus mencari uang untuk mendapatkan sesuap nasi? Beban hidup sekarang semakin berat, pemerintah yang semestinya menjadi harapan bagi masyarakat untuk dapat menjamin kelangsungan hidup mereka (minimal bisa makan) melalui jaring pengaman sosial namun dinilai hanya gimmick yang belum tentu mampu menjamin kebutuhan masyarakat. Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom dari Institute for Development f Economics & Finance (INDEF) sepakat program yang dipamerkan hanya gimik (Tirto.id/8 April 2020).

Hal inilah yang makin menguatkan kekhawatiran masyarakat, bahwa kondisi ekonomi yang sulit di tengah wabah corona, membuat sejumlah napi kembali nekat berulah. Kemudian masyarakat yang akan menjadi korban.

Prof. Hibnu Nugroho tak ragu mengatakan bahwa ini menjadi bukti kegagalan Kemenkumham dalam keputusannya dalam pembebasan napi, khususnya Ditjen PAS serta lapas dalam mengawasi para napi yang dibebaskan. Ditambah lagi, sistem pemidanaan di Indonesia yang gagal membuat efek jera. Sangat sulit juga dengan jumlah napi yang dibebaskan sebanyak 30 ribu lebih napi lapas mampu diawasi, sudah terbukti sekali lagi ini menjadi sebuah kegagalan pemerintah. Hibnu menilai Kemenkumham harus bertanggung jawab.

Tindak kejahatan semestinya dipahami sebagai sebuah perilaku buruk  yang mesti dijatuhkan hukum dengan adil. Namun, kini tak jarang kita melihat realita hukum yang ‘sangat tajam ke bawah namun tumpul ke atas’. Dimana, ada kejahatan misalnya korupsi bermiliyar bahkan triliyunan diberikan hukuman yang jauh lebih ringan dibandingkan pencuri sandal atau ayam bahkan kayu bakar. Inilah fakta hukum saat ini.

Dengan adanya dampak dari pembebasan napi ini tentunya menjadi tanggung jawab dari Kemenhumkam. Tanggung jawab itu dapat dilakukan dengan mengevaluasi dari sistem kontrol para napi yang seharusnya menjalani asimilasi di rumah.

Lalu apa yang harus kita lakukan?

Untuk mengantisipasi supaya hal buruk tersebut tidak terjadi pada kita, maka yang harus kita kita lakukan adalah

  1. Langkah terbaik untuk saat ini adalah #dirumahaja.
  2. Apabila terpaksa keluar rumah pakailah masker dan perlindungan diri lainnya serta jangan memakai barang-barang berharga ketika keluar rumah, seperti kalung berlian dan barang mewah sebagainya.
  3. Saling menjaga lingkungan tempat tinggal dan laporkan ke pihak berwajib apabila ada hal-hal yang mencurigakan
  4. Jangan panik, tetap waspada!

Dan juga, jangan lupa selalu berdoa memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas aktivitas apa saja yang akan dilakukan.

Tetap #dirumahsaja dan tetap waspada!

KEMENTRIAN PENDIDIKAN

BEM FMIPA UM 2020

nike air force 1 low uv | Sb-roscoff , air max 90 sz 13 , Just Dropped // Contrast Stitch Air Force 1 Low

Diskusi Interaktif “CORONA : KURUNG RAKYAT, LEPAS NARAPIDANA”

Posted Leave a commentPosted in Berita

Pemantik : Fadhil Fathurochman (Presma BEM FMIPA UM)

Moderator : Urbach Aisa Kemal (Sekmen Riset&Teknologi BEM FMIPA UM 2020)

Ringkasan Diskusi :

Mengenai pembahasan di media sosial bahwa “terpidana kasus korupsi” akan dibebaskan nyatata belum sepenuhnya benar. Hal tersebut masih menjadi tanda tanya sebab Bapak Yosonna Laoly selaku Meteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengklarifikasi mengenai pernyataan yang ia gugat dengan klarifikasi bahwa itu baru usulan saja.

Bapak Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamananan menyatakan bahwa “Sampai sekarang pemerintah tidak merencanakan mengubah / merevisi PP no 99 tahun 2012”

Pemantik juga mengatakan bahwa ia setuju dengan keputusan yang memberi remisi / kebebasan bersyarat kepada para pelaku tindak pidana umum sebanyak 30 ribu narapidana dengan alasan bahwa ruang sel yang ditempati kumuh dan sempit serta para terpidana tindak pidana umum harus bergantian tidur karena ruangan sempit yang ditempati lebih dari kapasitas selnya dan juga masalah kesehatan juga yang dipertimbangan dengan adanya covid-19 ini. Namun, pemantik (pemantik memakai sumber dari video najwa shihab) tidak setuju jika para narapidana korupsi, narkoba, dan terorisme di bebaskan sesaui karena sel yang di tempati cukup luas dan ada beberapa ruang sel yang satu kamar bisa satu orang saja, maka alasan yang di pakai untuk membebaskan  para terpidana kasus korupsi dengan mempertimbangkan kesehatan akibat dari covid-19 ini tidak cocok jika di peruntukan untuk mereka.

Gagasan oleh Pak Yasonna tentang 2/3 masa tahanan dan diatas 60 tahun pada para narapidana korupsi juga tidak efektif. Mengingat ayahanda Setnov pasti bisa keluar dengan gagasan ini. Namun juga ada syarat2nya yaitu menyelesaikan masalah perkara dan membongkar tentang perkata, membayar denda dan sudah 2/3 masa tahanan serta mendapat izin dari direktur jendral kesehatan.

Dari pemantik juga mengatakan bahwa Yasonna mengaku telah mengantongi lampu hijau, jika ini bisa terealisasikan. (mungkin adanya jalur kepentingan).

Kesimpulan ;

  • Belum adanya konfirmasi yang jelas menganai hal ini dari pemerintah.
  • Sepakat dengan keputusan yang memberi remisi / kebebasan bersyarat kepada para pelaku tindak pidana umum sebanyak 30 ribu narapidana dengan alasan bahwa ruang sel yang ditempati kumuh dan sempit serta para terpidana tindak pidana umum harus bergantian tidur karena ruangan sempit yang ditempati lebih dari kapasitas selnya dan juga masalah kesehatan juga yang dipertimbangan dengan adanya covid-19 ini. Namun, tidak setuju jika para narapidana korupsi, narkoba, dan terorisme di bebaskan sesaui karena sel yang di tempati cukup luas dan ada beberapa ruang sel yang satu kamar bisa satu orang saja, maka alasan yang di pakai untuk membebaskan  para terpidana kasus korupsi dengan mempertimbangkan kesehatan akibat dari covid-19 ini tidak cocok jika di peruntukan untuk mereka.

Pertanyaan :

1. Dari @prasettiuul “Adakah pengawasan pembatasan aktivitas bagi napi yang akan bebas?”

Jawaban pemantik : Ini masih sebuah keputusan yang belum dilakukan atau beberapa sudah melakukan. Tapi yang dilakukan saat ini mereka monitoring saja, dan orang ini dibebaskan namun ada asimilasi.

2. Dari @muhammadarifw “ Apakah suatu kebijakan pembebasan napi ini menandakan bahwa negara ini belum siap secara infrastuktur maupun strategi melawan pandemic ini?

Jawaban pemantik : Untuk infrastruktur sangat kurang, dari 200ribu yg terkena tindak pidana kita hanya bisa menampung 170ribu orang. Bisa dilihat diyoutube/video2 bahwa satu kamar sel bisa 30 orang. Sangat jelas, infrastruktur sangat kurang dan kesehatanpun bisa dipertanyakan.

3. Dari @bargazi.th : “Bagaimana pernyataan menkopolhukam Bapak Mahfud MD yang menyatakan tidak akan membebaskan napi koruptor?”

Jawaban pemantik : pernyataan Bapak Yasonna Laoly masih mengambang, yang ia ambil dari pernyataan sangat kompleks dari tindak pidana umum dan sebagainya. Dari tahun 2015 Bapak Yohannes sudah mengusulkan untuk merevisi PP no 99 tahun 2012 dan sekarang dilakukan kambali. Dari Bapak Mahfud MD menerangkan bahwa sampai sekarang pemerintah tidak merencakan atau merevisi PP no 99 tahun 2012.

4.Dari @prasettiuul :“Jika pembebasan napi ini kurang efektif untuk mengurangi pencegahan pandemic ini. Lalu bagaimana langkah solutif menurut anda menimbang memang lapas yang sangat membeludak?”

Jawaban pemantik : saya sepakat dengan keputusan mentri bahwa akan melepaskan 30-35ribu napi namun tidak dengan napi tindak pindah terorisme, korupsi dan narkotika.

5. Dari @dianvitanf : “Diberita, sekarang banyak warga yg ditangkap karena tidak pathuh dengan protocol covid-19. Apakah lapas sekarang yg seharusnya digunakan untuk memenjarakan napi justru digunakan untuk penjara rakyat?

Jawaban pemantik : kita sama-sama terkurung karena harus mengisolasi diri.

6. Dari @yohannes16 : “Untuk pembebasan pengedar narkoba, bukankah menjadi bahaya? Karena masih ada kemungkinan koneksi antar pengedar masih terus berlanjut.

Jawaban pemantik : Jadi dalam PP no 29 tahun 2012 dijelaskan bahwa itu menyangkut tidak korupsi, narkotika dan terorisme.

7. Dari @sptnar : “Bedanya lockdown sama karantina wilayah itu apa?”

Jawaban pemantik : kalau lockdown kita terkunci, tapi pemerintah memberikan subsisdi berupa uang, logistic untuk lockdown ini. Sedangkan kalau karantina wilayah kita masih bia mengerjakan kegiatan kita sehari-hari tetapi dengan sosial distancing atau physical distancing tetapi pemerintah tidak memberikan subsidi (ada yg memberikan subsidi namun dari gurbernur atau walikotanya masing-masing).

8. Dari @@prasettiuul : “Cara mencegah  agar mencegah penyebaran pamdemi ini?”

Jawaban pemateri : tips dari pemantik : menjalan kehidupan seperti biasa namun tetap waspada. Ketika batuk atau lain-lain langsung minum obat, dan langsung pakai masker.

air-jordan-4-retro-cement-x-new-era-chicago-bulls-sneaker-hook-up-hat | Upcoming 2021 Nike Dunk Release Dates – nike lunarswift 4 blue screen size chart printable – Fitforhealth

NASKAH AKADEMIK RUU CIPTA LAPANGAN KERJA DARI SUDUT PANDANG MIPA

Posted Leave a commentPosted in Berita

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Pembahasan mengenai Omnibus Law semakin marak di perbincangkan di berbagai lapisan masyarakat. Dimulai dari pidato Presiden Jokowi setelah dirinya dilantik menjadi presiden pada tanggal 20 Oktober 2019 lalu. Menurut Hendra Soenardi tujuan dibentuknya Omnibus Law adalah sebagai solusi untuk megatasi rumitnya birokrasi instansi pemerintah yang memunculkan ketidakpuasan investor.

Produk dari Omnibus Law terdiri dari UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan. Secara garis besar, Omnibus Law memiliki fungsi untuk menstandarisasi produk hukum bermasalah di beberapa kebijakan sektoral seperti pembangunan ekonomi dan investasi.

Penerapan omnibus law dianggap tidak sejalan dengan UU No 12 Tahun 2011 tentang perundang-undangan. Penerapan omnibus law akan melemahkan posisi pemerintah daerah dan buruh karena terjadinya sifting pemerintah pusat dan bisnis akan menjadi lebih kuat.

Menanggapi draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang beredar di masyarakat tersebut nampaknya membawa polemik baru. Omnibus Law berisi 79 UU dengan 1.244 pasal yang terdiri dari 11 kluster. Dari 11 kluster ini yang paling berdampak di lingkungan adalah kluster 9 mengenai Pengadaaan Lahan.

Terlebih lagi RUU Cipta Lapangan Kerja yang disusun dengan pendekatan Omnibus Law di sinyalir akan melemahkan penegakan hukum lingkuangan yang telah diatur dalam UU No 32 tahun 2009 Tentang perlindungan dan Pengelolaan lingkuan hidup. RUU Cipta Lapangan Kerja berupa melemahkan beberapa ketentuan seperti pengawasan,penegakan,hukum perdata, dan pidana lingkungan hidup.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun identifikasi masalah yang akan dikaji dalam Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja mengenai Lingkungan Hidup yang termuat dalam kluster 9 , meliputi :

  1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan RUU Cipta Lapangan Kerja bagi lingkungan hidup.
  2. Apakah yang menjadi dasar penolakkan terhadap RUU Cipta Lapangan Kerja

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN KEGIATAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK.

Tujuan penyusunan Naskah Akademik Penolakan RUU Cipta Lapangan Kerja yaitu :

  1. Merumuskan permasalahan dan kerugian apa yang ditimbulkan dari RUU Cipta Lapangan Kerja ditinjau dari aspek :
  2. Lingkungan Hidup
  3. Pertambangan Minerba
  4. Perikanan Kelautan
  5. Perkebunan
  6. Kehutanan
  7. Perubahan ketentuan penegakkan hukum yang sebelumnya dimuat dalam UU NO 32 Tahun 2009 dilakukan tanpa adanya evaluasi yang komprehensif terhadap pelaksanaan penegakkan hukum lingkungan di Indonesia dan lebih banyak merugikan masyarakat . alasan perubahan juga tidak didukung oleh kajian dan praktik yang kuat.

D. METODE

Metode penyusunan Naskah Akademik Penolakkan RUU Cipta Lapangan Kerja adalah dengan Konsolidasi Terbuka bersama Warga FMIPA Universitas Negeri Malang dan metode pengkajian studi pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORITIS

  1. OMNIBUS LAW TERHADAP PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau PPLH yang kita ketahui diatur dalam UU NO 32 Tahun 2009 dimana Polri/ PPNS serta badan yang berwenang dalam hal ini bisa melakukan pengawasan dan penindakan terhadap Lingkungan Hidup tanpa harus diserahkan ke pemerintah pusat. Dengan adanya Omnibus Law ini, pengawasan, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan penindakan hukum perdata atau pidana bagi pelanggar yang merugikan lingkungan hidup terancam dilemahkan atau dikaburkan.

Seluruh kewenangan bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Jika dilihat dari sisi masyarakat, penunjukkan subjek hanya “Pemerintah Pusat” berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan birokrasi. Kewenangan Instansi berpotensi lebih mudah diubah karena hanya diatur dalam level peraturan pemerintah. Selain itu, akses masyarakat terhadap informasi, partisipasi publik dan keadilan terhadap persetujuan ini semakin sulit . Contohnya, ketika di daerah pemukiman warga akan didirikan pabrik, ada pembatasan akses masyarakat untuk berpartisipasi dalam keadilan pengambilan keputusan karena persetujuan membuang limbah ke media lingkungan harus mendapat persetujuan Pemerintah pusat yang bukan tidak mungkin pemerintah akan mudah menyetujuinya, padahal dampak ke kedepannya akan dirasakan oleh masyarakat sekitar pabrik tersebut.

Permasalahan yang juga menjadi sorotan dalam konteks ini yaitu pengawasan dan pengenaan sanksi administrasi banyak dihapuskan, tindak materil diubah menjadi peningkatan sanksi administrasi denda terlebih dahulu. Lalu bagaimana dengan pencemaran/ kerusakan yang kompleks sehingga berdampak pada bencana besar dan bagaimana penerapan sanksi administrasi diterapkan sementra izin lingkungan sendiri dihapuskan? Hal ini juga membatasi sanksi administrasi yang hanya berupa denda padahal sebelumnya ada pilihan paksaan pemerintah yang lebih efisien untuk segera menghentikan pelanggaran yang menimbulkan pencemaran/ kerusakan lingkungan hidup

Pengawasan dan pengenaan sanksi administrasi atas pelanggaran bidang lingkungan hidup diamputasi dengan menghapuskan pasal 72-75 serta mengubah pasal 76. dalam hal ini, tidak ada lagi ketegasan dalam UU tentang instansi yang bertanggungjawab dalam pegawasan Lingkungan Hidup, kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan jenis sanksi administrasi.

2. OMNIBUS LAW TERHADAP PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA.

Omnibus Law disini terfokus memberikan intensif terhadap pelaku usaha/ pemilik tambang yang melakukan smelting (pengolahan dan pemurnian mineral, termasuk batu bara) antara lain diberlakukannya bebas DMO dan royalti 0% . Jika pelaku usaha atau pemilik tambang ini melakukan smelting akan diberi jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai seumur tambang.

DMO sendiri merupakan Domestic Market Obligation yaitu, kewajiban Badan Usaha atau Bentuk Usaha tetap untuk menyerahkan sebagian minyak dan gas bumi dari bagiannya kepada negara melalui Badan Pelaksana dalam rangka penyediaan minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang besarnya diatur dalam Kontrak Kerja Sama (biasanya cenderung dihargai lebih murah).

Dalam penerapannya masih banyak perusahaan tambang batu bara yang tak mencapai target minimal untuk memasok pasar domestik atau domestic market obligation (DMO). Sesuai aturan, target DMO adalah 25% dari produksi tambang. Namun, persoalan disparitas harga antara domestik dan pasar luar negeri membuat para penambang lebih memilih ekspor ketimbang dijual di dalam negeri. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi penerapan DMO di indonesia

Dalam omnibus law ini ketetapan DMO akan di hapuskan menimbang banyak perusahaan tambang yang tidak mencapai target minimal. Meskipun begitu, tidak seharusnya DMO dihapuskan karena PLN masih memenuhi kebutuhan pasokan batubara nya lewat pertambangan di Indonesia serta pengutamaan pemasokkan kebutuhan mineral dan batubara untuk kepentingan dalam negeri.

Masih ada solusi untuk mengatasi tantangan mengenai DMO tersebut selain menghapuskannya, seperti :

  1.   Melakukan perubahan spesifikasi batubara PLTU percepatan dan dibuat range spesifikasi batubara(Kalori,belerang,kadar air) serta dibangunnya fasilitas coal blending
  2.   Pembangunan dan penempatan PLTU batubara skala kecil harus parallel dengan pemetaan coal resource pelaku usaha kecil (KP) di daerah dimana coal resourcenya digunakan sebagai pemasok PLTU terdekat. Misalnya pembangunan mine mouth power plant untuk batubara berkalori rendah-sangat rendah
  3.   PLN membeli batubara dengan harga pasar sehingga perlunya menerapkan harga Patokan Batubara
  4.   PLN mengutamakan batubara dari PKP2B untuk lebih terjaminnya kelancaran pasokan batubara

Omnibus law ini akan memperburuk krisis iklim di Indonesia. Komitmen perubahan iklim pemerintahan Joko Widodo terkait target energi terbarukan 23% menjadi kebohongan besar kalau memasukkan batubara di dalamnya.

Industri batubara yang melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengembangan akan mendapatkan perpanjangan izin sampai seumur tambang. Artinya, mereka bisa mengeruk batubara sampai habis. Kepentingan industri batubara sudah jelas banyak bermain dan diakomodir pemerintah dalam pembentukan rancangan Undang-undang ini.

RUU Cipta Kerja juga akan membebaskan keharusan membayarkan royalti untuk industri batubara yang melakukan peningkatan nilai tambah, bisa berupa proses gasifikasi dan batubara cair yang disebutkan masuk dalam energi baru dalam kerangka energi baru terbarukan. Pemerintah bahkan menjadikan batubara cair itu cara menurunkan emisi karbon sektor energi.

Karena semua kewenangan perusahaan minerba ditarik ke pemerintah pusat, kewenangan Pemerintah Provinsi di Pasal 7 dihapus. Perlu dipastikan apakah termasuk kewenangan memungut royalti dan pajak, karena jika iya maka akan merugikan daerah yang PAD nya sangat tergantung dari Pertambangan Minerba. Contoh : Timika.

3. OMNIBUS LAW TERHADAP SEKTOR PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Omnibus Law ini menghapus banyak kewajiban penting, seperti memiliki Izin Lingkungan, membuat AMDAL, analisis risiko, pemantauan lingkungan hidup bahkan sarana pra sarana penanggulangan juga dihapus. pemerintah berencana tidak memberlakukan AMDAL dan IMB dengan dalih sudah termuat dalam rencana detail tata ruang (RDTR). AMDAL dan IMB dinilai sebagai proses yang menghambat masuknya investasi. Rozani mengaskan AMDAL dan IMB merupakan mekanisme penting yang tidak dapat dihapus. Sedangkan RDTR ditujukan untuk zonasi kawasan, bukan menganalisis dampak lingkungan yang akan muncul akibat pembangunan di suatu wilayah.

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

AMDAL bermanfaat untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan agar layak secara lingkungan. Dengan AMDAL, suatu rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, dan mengembangkan dampak positif, sehingga sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable).

Wacana pemerintah mengenai penghapusan AMDAL adalah untuk menyederhanakan birokrasi yang dinilai menghambat investasi. Jika ingin mempermudah investasi, seharusnya tidak lantas menurunkan upaya perlindungan pada lingkungan karena AMDAL punya fungsi penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan agar tetap lestari.

Jika dilihat dalam praktek nya, pemerintah kurang kontrol pada pembangunan atau monitoring pasca pembangunan investor. Kalau amdal dihapus, lantas bagaimana negara memastikan keberlanjutan lingkungan jika tidak ada dokumen AMDAL. Masalah lain yang ditimbulkan dalam penerapan amdal ini adalah dimana amdal kerap kali disalahgunakan menjadi sumber korupsi, oleh karena itu pemerintah harus mencari cara untuk memangkasnya. Namun buan amdal yang dihapus, melainkan hal-hal yang menyebabkan birokrasi dalam membuat amdal mahal harus dihapus. 

Konsideran UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan pembangunan ekonomi nasional sebagaimana mandat UUD RI 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. AMDAL merupakan salah satu instrumen untuk mengontrol pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan hidup dan masyarakat di sekitarnya.

Sebagai instrumen pengendalian ,salah satu proses yang harus dilalui dalam mekanisme AMDAL yakni melakukan konsultasi publik terhadap rencana pembangunan yang akan dilakukan. Jika masyarakat keberatan dengan pembangunan tersebut, dan berdampak buruk bagi lingkungan, dapat menjadi pertimbangan bagi komisi penilai AMDAL untuk tidak menerbitkan rekomendasi. Tapi praktiknya, hampir tidak ada AMDAL yang tidak diloloskan oleh komisi penilai amdal sekali pun ada penolakan masyarakat dan dampak buruk terhadap lingkungan. Meskipun begitu, tanpa AMDAL kerusakan lingkungan akan semakin masif.

4. OMNIBUS LAW TERHADAP KELAUTAN DAN PERIKANAN

Dalam draft RUU Cipta Lapangan Kerja ini jelas jelas tidak melibatkan pihak pihak yang terkena dampak khususnya masyarakat pesisir yang terdiri atas nelayan tradisional, perempuan nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pelestari ekosistem pesisir, dan masyarakat adat pesisir. 

Pusat Data dan Informasi Kiara (2020) mencatat ada beberapa dampak yang akan dialami oleh masyarakat pesisir jika rancangan omnibus law ini disahkan.hal yang menjadi perhatian utama yaitu nelayan-nelayan kecil maupun nelayan tradisional yang menggunakan perahu di bawah 10 GT serta menggunakan alat tangkap ramah lingkungan dipaksa harus mengurus perizinan perikanan tangkap. Tak hanya itu, rancangan omnibus law ini menyamakan nelayan kecil dan nelayan tradisional dengan nelayan skala besar, yakni nelayan yang menggunakan perahu di atas 10 gross tonnage. Padahal nelayan kecil dan nelayan tradisional selama ini diperlakukan secara khusus sebagaimana diatur dalam pasal 27 UU Perikanan karena mereka ramah lingkungan dan tidak mengeksploitasi sumber daya perikanan.

Selanjutnya, rancangan omnibus law ini menguatkan posisi tata ruang laut, sebagaimana diatur dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Sampai akhir 2019, sebanyak 22 provinsi telah merampungkan pembahasan peraturan daerah zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Artinya, masih ada 12 provinsi yang belum menyelesaikan pembahasan peraturan zonasi yang merupakan tata ruang lautnya.

Namun, dari 22 peraturan zonasi yang telah disahkan, ruang hidup masyarakat pesisir yang merupakan pemegang hak utama tak mendapatkan porsi yang adil. Peraturan zonasi itu harus ditolak karena sejumlah alasan. Pertama, tidak menempatkan masyarakat pesisir sebagai aktor utama pengelola sumber daya kelautan dan perikanan. Kedua, alokasi ruang hidup masyarakat pesisir sangat kecil dibandingkan dengan alokasi ruang untuk kepentingan pelabuhan, industri, reklamasi, pertambangan, pariwisata, konservasi, dan proyek lainnya.

Pnyusunan peraturan zonasi hanya memberikan kepastian hukum untuk kepentingan pebisnis. Dengan banyaknya yang mengakomodasi proyek tambang, peraturan zonasi tidak mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem laut. mencampuradukkan kawasan tangkap nelayan tradisional dengan kawasan pemanfaatan umum lainnya. Hal ini meningkatkan risiko nelayan ditabrak kapal-kapal besar.

Maka dari itu, masa depan masyarakat pesisir, khususnya lebih dari delapan juta rumah tangga perikanan, akan terancam. Dengan kata lain, tak ada alasan bagi masyarakat pesisir untuk menerima rancangan omnibus law yang terkait dengan kehidupan mereka.

5. OMNIBUS LAW TERHADAP SEKTOR KEHUTANAN

Omnibus Law yang dinilai hanya mengutamakan investasi dan pembangunan infrastruktur, tetapi mengabaikan lingkungan. Pada sektor kehutanan, banyak RUU yang terkesan mempertaruhkan ekologi.

Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja Menurut Pandangan MIPA

Salah satu aspek ekologi yang diubah adalah luas kawasan hutan. Pasal 18 Undang-Undangan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengalami perubahan di mana batas minimum 30 persen luas kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk setiap daerah aliran sungai dan/atau pulau ditiadakan.

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS termasuk suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal (1).

DAS berperan penting dalam menjaga lingkungan termasuk menjaga kualitas air, mencegah banjir dan kekeringan saat musim hujan dan kemarau, mengurangi aliran massa (tanah) dari hulu ke hilir. Salah satu upaya untuk menjaga fungsi DAS adalah dengan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap kondisi DAS secara teratur.

Perubahan tersebut berpotensi membuat marak kerusakan lingkungan. Sebab,dengan syarat minimal luas kawasan hutan yang saat ini saja, telah terjadi kerusakan. Ketika batas minimum kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk setiap DAS dihapus, akan seberapa luas kemungkinan kawasan hutan yang akan dipertahankan sementara pemerintah hanya terfokus kepada pembangunan dan investasi, tanpa memikirkan kemungkinan bencana alam yang terjadi dikemudian hari.

Perubahan lainnya, tanggung jawab pengelola terhadap kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan pun berpotensi ditiadakan melalui pengubahan Pasal 49. Rancangan regulasi menyebutkan pemegang izin tidak lagi bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan di area kerjanya, tetapi hanya sebatas diwajibkan melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan.

Perubahan pasal tersebut berpotensi membuat penegakkan hukum kebakaran hutan di area perusahaan semakin tumpul. Pasal ini bisa diartikan bahwa setiap kebakaran yang terjadi di area perusahaan tidak serta merta menjadi tanggung jawab perusahaan. Lalu siapa yang akan digugat ketika hal itu terjadi

Adapun perubahan lainnya adalah Pasal 19. Dalam Omnibus law disebutkan, bahwa perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Padahal dalam Pasal 19 UU Kehutanan sebelumnya menyebutkan, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini menunjukkan hilangnya partisipasi DPR dalam membuat keputusan bersama pemerintah.

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT :

Ada pembatasan akses masyarakat kepada informasi, partisipasi dan keadilan dalam pengambilan keputusanyang berpotensi memberi dampak pada lingkungan hidup. Pengawasan danpengenaan sanksi administrasi banyak yang dihapus dan tata caranya didelegasikanke peraturan pemerintah. Sanksi pidana harus didahului dengan sanksi administrasihanya berupa denda dengan batas maksimum.

Lingkungan Hidup

Ringkasan: Seluruh kewenangan bidang perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Kriteria untuk menentukan kegiatan dengan risiko tinggi di bidang lingkungan hidup terlalu abstrak. Ada pembatasan akses masyarakat kepada informasi, partisipasi dan keadilan dalam pengambilan keputusan yang berpotensi memberi dampak pada lingkungan hidup. Pengawasan dan pengenaan sanksi administrasi banyak yang dihapus dan tata caranya didelegasikan ke peraturan pemerintah. Sanksi pidana harus didahului dengan sanksi administrasi hanya berupa denda dengan batas maksimum.

Pasal 23 angka 4 Ketentuan Pasal 63 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 63

  1. Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Pemerintah Pusat bertugas dan berwenang: menetapkan kebijakan nasional;
  2. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria;
  3. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai RPPLH nasional;
  4. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai KLHS;
  5. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL;
  6. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam nasional dan emisi gas rumah kaca;
  7. mengembangkan standar kerja sama;
  8. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
  9. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai sumber daya alam hayati dan nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber daya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa genetik;
  10. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon;
  11. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3, limbah, serta limbah B3;
  12. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai perlindungan lingkungan laut;
  13. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas batas negara;
  14. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah;
  15. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap ketentuan persetujuan lingkungan dan peraturan perundang-undangan;
  16. mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup;
  17. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan penyelesaian perselisihan antardaerah serta penyelesaian sengketa;
  18. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengelolaan pengaduan masyarakat;
  19. menetapkan standar pelayanan minimal;
  20. menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  21. mengelola informasi lingkungan hidup nasional;
  22. mengoordinasikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah lingkungan hidup;
  23. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan;
  24. mengembangkan sarana dan standar laboratorium lingkungan hidup;
  25. menerbitkan Perizinan Berusaha.
  26. menetapkan wilayah ekoregion; dan
  27. melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.

Pasal 23 angka 2 Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 20

(1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup.

(2) Baku mutu lingkungan hidup meliputi:

  1. baku mutu air;
  2. baku mutu air limbah;
  3. baku mutu air laut
  4. baku mutu udara ambien;
  5. baku mutu emisi;
  6. baku mutu gangguan; dan
  7. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 (3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:

  1. memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
  2. mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23 angka 3 Ketentuan Pasal 23 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 23

(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan Amdal merupakan proses dan kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan budaya.

 (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23 angka 4 Ketentuan Pasal 24 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

(1) Dokumen Amdal merupakan dasar uji kelayakan lingkungan hidup.

(2) Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Pemerintah Pusat dalam melakukan Uji Kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat menunjuk lembaga dan/atau ahli bersertifikat.

(4) Pemerintah Pusat menetapkan Keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan uji kelayakan lingkungan.

(5) Keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sebagai persyaratan penerbitan Perizinan Berusaha.

(6) Terhadap kegiatan yang dilakukan oleh instansi Pemerintah, keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai dasar pelaksanaan kegiatan.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kelayakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23 angka 18 Ketentuan Pasal 39 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 39

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup diumumkan kepada masyarakat.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem elektronik dan atau cara lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Pasal 23 angka 25 Ketentuan Pasal 69 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 69

Setiap orang dilarang:

  1. melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
  2. memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  3. memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  4. memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  5. membuang limbah ke media lingkungan hidup;
  6. membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan hidup;
  7. melepaskan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau persetujuan lingkungan;
  8. melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar;
  9. menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal; dan/atau
  10. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar.

Pasal 23 angka 27-31 Ketentuan Pasal 72 dihapus.  Ketentuan Pasal 73 dihapus. Ketentuan Pasal 74 dihapus Ketentuan Pasal 75 dihapus.  Ketentuan Pasal 76 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 76

(1) Pemerintah Pusat menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap Persetujuan Lingkungan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 23 angka 35 Ketentuan Pasal 88 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 88

Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha dan/atau kegiatannya.

Pasal 23 angka 37 Ketentuan Pasal 98 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 98

(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal pelaku tidak melaksanakan kewajiban pemenuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun

(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(4) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pertambangan Mineral dan Batu Bara

Ringkasan: Seluruh kewenangan perizinan pertambangan ditarik ke PemerintahPusat. Fokusnya memberikan insentif terhadap pelaku usaha yang melakukan smelting atau kegiatan pemanfaatan dan pengembangan, antara lain dalam bentukbebas DMO dan royalti 0%. Jika pelaku usaha melakukan smelting atau pemanfaatan dan pengembangan bisa diperpanjang izinnya sampai seumur tambang. Penyelesaian tumpang tindih izin dan hak atas tanah diselesaikan oleh Pusat melalui Perpres dan PP. Kontrak Karya dan PKP2B tetap dapat diperpanjang tanpa lelang. Wewenang PPNS bidang pertambangan ditambah tetapi kedudukannya berada di bawah Kepolisian.

Pasal 40 angka 3 Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

Kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, meliputi:

  1. penetapan kebijakan nasional;
  2. pembuatan peraturan perundang-undangan;
  3. penetapan norma, standar, pedoman, dan kriteria;
  4. penetapan sistem perizinan pertambangan mineral dan batubara nasional;
  5. pemberian Perizinan Berusaha terkait pertambangan mineral dan batubara di seluruh wilayah hukum pertambangan;
  6. penetapan WP yang dilakukan setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah;
  7. pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan pengawasan usaha pertambangan;
  8. penetapan kebijakan produksi, pemasaran, pemanfaatan, dan konservasi;
  9. penetapan kebijakan kerja sama, kemitraan, dan pemberdayaan masyarakat;
  10. perumusan dan penetapan penerimaan negara bukan pajak dari hasil usaha pertambangan mineral dan batubara;
  11. penginventarisasian, penyelidikan, dan penelitian serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara sebagai bahan penyusunan wilayah pertambangan;
  12. pengelolaan informasi geologi, informasi potensi sumber daya mineral dan batubara, serta informasi pertambangan pada wilayah hukum pertambangan Indonesia;
  13. pembinaan dan pengawasan terhadap reklamasi dan pascatambang;
  14. penyusunan neraca sumber daya mineral dan batubara wilayah hukum pertambangan Indonesia;
  15. pengembangan dan peningkatan nilai tambah kegiatan usaha pertambangan;
  16. peningkatan kemampuan aparatur Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan

Pasal 40 angka 13 dan 24 Ketentuan Pasal 47 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 47

(1) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan terdiri atas:

  1. mineral logam;
  2. mineral bukan logam;
  3. mineral bukan logam jenis tertentu;
  4. batuan batubara.

(2) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

(3) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral bukan logam sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun.

(4) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

(5) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan batuan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masingmasing 5 (lima) tahun.

(6) Kegiatan Operasi Produksi pertambangan batubara sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun 229 dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

(7) Kegiatan Operasi Produksi yang melakukan kegiatan penambangan yang terintegrasi dengan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dapat diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan seumur tambang.

(8) Kegiatan Operasi Produksi yang melakukan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan batubara yang terintegrasi sebagaimana diatur pada Undang-Undang ini dapat diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan seumur tambang.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan penambangan yang terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Ketentuan Pasal 83 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 83

Persyaratan luas wilayah dan jangka waktu sesuai dengan kelompok usaha pertambangan yang berlaku bagi pelaku usaha pertambangan khusus meliputi:

  1. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan mineral logam diberikan dengan luas paling banyak 100.000 (seratus ribu) hektare;
  2. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan eksplorasi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 50.000 (lima puluh ribu) hektare;
  3. Luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi Produksi pertambangan mineral logam dan batubara diberikan berdasarkan hasil evaluasi Pemerintah Pusat terhadap rencana kerja seluruh wilayah yang diusulkan oleh pelaku usaha pertambangan khusus;
  4. jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus untuk kegiatan Eksplorasi pertambangan mineral logam dapat diberikan paling lama 8 (delapan) tahun; jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus untuk kegiatan Eksplorasi pertambangan batubara dapat diberikan paling lama 7 (tujuh) tahun;
  5. jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus untuk kegiatan Operasi Produksi mineral logam atau batubara dapat diberikan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masingmasing 10 (sepuluh) tahun;
  6. Jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus mineral logam untuk tahap kegiatan operasi produksi yang melaksanakan pengolahan dan pemurnian mineral logam yang terintegrasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dapat diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan seumur tambang;
  7. Jangka waktu kegiatan usaha pertambangan khusus batubara untuk tahap kegiatan operasi produksi yang melaksanakan pengembangan dan pemanfatan batubara yang terintegrasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dapat diberikan jangka waktu selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun sampai dengan seumur tambang.

Pasal 40 angka 25 Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 102

(1) Pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya Mineral dan/atau Batubara melalui:

  1. pengolahan dan Pemurnian Mineral logam;
  2. pengolahan Mineral bukan logam;
  3. pengolahan batuan; dan/atau
  4. pengembangan dan pemanfatan batubara;

(2) Pelaku usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengembangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikecualikan dari kewajiban pemenuhan kebutuhan batubara di dalam negeri.

Pasal 40 angka 30  Ketentuan Pasal 149 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 149

(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya dibidang pos diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana.

(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk: meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan sehubungan dengan tindak pidana;

  1. menerima laporan atau keterangan tentang adanya tindak pidana;
  2. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
  3. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana;
  4. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga melakukan tindak pidana;
  5. memotret dan/atau merekam melalui media elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara, atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana;
  6. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak pidana;
  7. mengambil sidik jari dan identitas orang;
  8. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai adanya tindak pidana;
  9. menyita benda yangdiduga kuat merupakan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
  10. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti sehubungan dengan tindak pidana;
  11. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana;
  12. menghentikan proses penyidikan;
  13. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia atau instansi lain untuk melakukan penanganan tindak pidana; dan
  14. melakukan tindakan lain menurut hukum yang berlaku.

(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan, dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum.

Pasal 40 angka 35 Di antara Pasal 169 dan Pasal 170 disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 169A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 169A

(1) Kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara:

  1. yang belum memperoleh perpanjangan dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara; dan
  2. yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan kedua sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya perpanjangan pertama kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara.

(2) Peningkatan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dilakukan dengan:

  1. pengaturan kembali pengenaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak;
  2. pemberian luas wilayah sesuai dengan rencana kegiatan pada seluruh wilayah perjanjian yang telah disetujui oleh Pemerintah Pusat sebelum UndangUndang ini berlaku;
  3. kewajiban peningkatan nilai tambah mineral dan batubara.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pertanian dan Perkebunan

Ringkasan: Seluruh kewenangan perizinan perkebunan ditarik ke Pemerintah Pusat.Menghapus banyak kewajiban penting (termasuk sanksinya) seperti memiliki Izin Lingkungan, membuat AMDAL, analisis risiko, pemantauan lingkungan hidup, bahkan penyediaan sarana-prasarana penanggulangan kebakaran juga dihapus. Batas waktu mengusahakan kebun 30% dalam 3 tahun dan 100% dalam 6 tahun dihapus. Kewajiban plasma 20% dihapus, tidak ada batas minimalnya lagi. Dana yang dihimpun BPDPKS bisa disalurkan untuk subsidi biodiesel.

Pasal 30 angka 1 Ketentuan Pasal 14 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 14

(1) Pemerintah Pusat menetapkan batasan luas maksimum dan luas minimum penggunaan lahan untuk Usaha Perkebunan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan batasan luas diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30 angka 2 mengenai perubahan terhadap Pasal 15 UU Perkebunan 1 dihapus.

Pasal 30 angka 3 mengenai perubahan terhadap Pasal 16 UU Perkebunan dihapus.

Pasal 30 angka 14 mengenai perubahan terhadap Pasal 45 UU Perkebunan dihapus

Pasal 30 angka 19 mengenai perubahan terhadap Pasal 58 UU Perkebunan dihapus

Pasal 30 angka 24 mengenai perubahan terhadap Pasal 68 UU Perkebunan dihapus

Pasal 30 angka 29 Ketentuan Pasal 93 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 93

(1) Pembiayaan Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

(2) Pembiayaan penyelenggaraan Perkebunan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(3) Pembiayaan Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Perkebunan bersumber dari penghimpunan dana Pelaku Usaha Perkebunan, dana lembaga pembiayaan, dana masyarakat, dan dana lain yang sah.

(4) Penghimpunan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan untuk pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, promosi Perkebunan, peremajaan Tanaman Perkebunan, sarana dan prasarana Perkebunan, pengembangan perkebunan, dan/atau pemenuhan hasil Perkebunan untuk kebutuhan pangan, bahan bakar nabati, dan hilirisasi Industri Perkebunan.

(5) Dana yang dihimpun oleh pelaku usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikelola oleh badan pengelola dana perkebunan, yang berwenang untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan menyalurkan dana tersebut.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghimpunan dana sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan badan pengelola dana perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 30 angka 30 Ketentuan Pasal 95 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 95

 (1) Pemerintah Pusat mengembangkan Usaha Perkebunan melalui penanaman modal.

 (2) Pelaksanaan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Pasal 30 angka 34 Ketentuan Pasal 102 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 102

(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya dibidang perkebunan diberi 152 wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana.

(2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi kewenangan untuk:

  1. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan sehubungan dengan tindak pidana;
  2. menerima laporan atau keterangan tentang adanya tindak pidana;
  3. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi dan/atau tersangka tindak pidana;
  4. melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana;
  5. meminta keterangan dan bukti dari orang yang diduga melakukan tindak pidana;
  6. memotret dan/atau merekam melalui media elektronik terhadap orang, barang, pesawat udara, atau hal yang dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana;
  7. memeriksa dokumen yang terkait dengan tindak pidana;
  8. mengambil sidik jari dan identitas orang;
  9. menggeledah tempat-tempat tertentu yang dicurigai adanya tindak pidana;
  10. menyita benda yang diduga kuat merupakan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana;
  11. mengisolasi dan mengamankan barang dan/atau dokumen yang dapat dijadikan sebagai alat bukti sehubungan dengan tindak pidana;
  12. mendatangkan saksi ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara tindak pidana;
  13. menghentikan proses penyidikan;
  14. meminta bantuan polisi Negara Republik Indonesia atau instansi lain untuk melakukan penanganan tindak pidana; dan
  15. melakukan tindakan lain menurut hukum yang berlaku.

(3) Kedudukan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berada di bawah koordinasi dan pengawasan Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.

(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), memberitahukan dimulainya penyidikan, melaporkan hasil penyidikan, dan memberitahukan penghentian penyidikan kepada Penuntut Umum dengan tembusan kepada pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(5) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum.

Kelautan dan Perikanan

Ringkasan: Dalam draft RUU Cipta Kerja ini terdapat satu hal yang menjadi perhatianutama yaitu definisi Nelayan Kecil yang diperluas menjadi Nelayan yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, biak yang tidak menggunakan kapal maupun yang menggunakan kapal penangkap ikan, Perluasan definisi berpotensi nelayan dengan kapal dengan muatan besar (Nelayan bermodal besar) untuk masuk dalam klasifikasi nelayan kecil. Sehingga nelayan bermodal ini akan mendapatkan perlakuan khusus sebagai nelayan kecil.

Pasal 28 ayat 1 Ketentuan Pasal 1 angka 11, angka 24, dan angka 26 diubah serta angka 16, angka 17, dan angka 18 dihapus sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan

  1. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
  2. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan.
  3. Lingkungan sumber daya ikan adalah perairan tempat kehidupan sumber daya ikan, termasuk biota dan faktor alamiah sekitarnya
  4. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.
  5. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
  6. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
  7. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangundangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber daya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
  8. Konservasi Sumber Daya Ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumber daya ikan, termasuk ekosistem, jenis, dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya ikan.
  9. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi perikanan.
  10. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
  11. Nelayan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik yang menggunakan  kapal penangkap Ikan maupun yang tidak menggunakan kapal penangkap Ikan.
  12. Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan.
  13. Pembudi Daya-Ikan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
  14. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
  15. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum
  16. Dihapus
  17. Dihapus.
  18. Dihapus.
  19. Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
  20. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya.
  21. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang selanjutnya disingkat ZEEI adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undangundang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia.
  22. Laut Lepas adalah bagian dari laut yang tidak termasuk dalam ZEEI, laut teritorial Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia.
  23. Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas 123 tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.
  24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perikanan.
  25. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
  26. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Kehutanan

Ringkasan: Penyelesaian tumpang tindih kawasan diatur oleh Pusat melalui Perpres.Batas minimum 30% kawasan hutan yang harus dipertahankan untuk setiap DAS dan/atau pulau dihapus. Pemegang izin tidak lagi bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan di areal kerjanya, melainkan hanya diwajibkan melakukan upaya pencegahan dan pengendalian. PPNS bidang kehutanan wewenangnya ditambah tetapi kedudukannya berada di bawah Kepolisian.

Pasal 37 angka 3 Ketentuan Pasal 18 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 18

(1) Pemerintah Pusat menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan/atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat.

(2) Pemerintah Pusat mengatur luas kawasan yang harus dipertahankan sesuai kondisi fisik dan geografis DAS dan/atau pulau.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan yang harus dipertahankan termasuk pada wilayah yang terdapat proyek strategis nasional diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37 angka 4 Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 19

(1) Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dengan mempertimbangkan hasil penelitian terpadu.

(2) Ketentuan mengenai tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37 angka 13 Ketentuan Pasal 35 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35

(1) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan.

(2) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan wajib menyediakan dana investasi untuk biaya pelestarian hutan.

(3) Setiap pemegang Perizinan Berusaha terkait pemungutan hasil hutan hanya dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak dibidang kehutanan berupa provisi.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 37 angka 16  Ketentuan Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 49

Pemegang hak atau Perizinan Berusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan di areal kerjanya.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Dengan adanya RUU Cipta Lapangan Kerja yang telah dijelaskan di bab sebelumnya banyak sekali ketidaksinambungan dan ketidaksesuaian terhadap undang-undang sebelumnya serta ditemukan pasal pasal yang masih abstrak. Dengan ini, berdasarkan analisis dan hasil diskusi setuju bahwa Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja merugikan lingkungan hidup di masa yang akan datang. Sehingga kami, Saintis Muda FMIPA UM yang peduli terhadap regulasi hukum Indonesia dan lingkungan hidup menyatakan penolakan terhadap pembahasan RUU cipta lapangan kerja lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang Undangan :

  • Salinan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK.02/2006 tentang Tata Cara Pembayaran Domestic Market Obligation Fee dan Over Under Lifting di Sektor Minyak dan Gas Bumi.
  • RUU Cipta Lapangan Kerja_Bookmarked.pdf
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Jurnal :

  • Taufiq, Muchammad, Kedudukan dan Prosedur Amdal Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
  • Fitryantica, Agnes, Harmonisasi Peraturan Perundang Undangan Indonesia Melalui Konsep Omnibus Law.
  • Alim NA, Nur, Pro Kontra Penerapan Omnibus Law dan Solusinya.

Artikel :

  • https://unpak-ac.id/id/berita/omnibus-law-menuju-hukum-ramah-investasi

Situs Web :

  • Sipongi.menlhk.go.id.
  • Icel.co.id.
  • Situs Berita Lingkungan Mongabay.
  • kolom.tempo.co/read/12893/dampak-omnibuslaw-terhadap-masyarakat-pesisir.

Lain-Lain :

  • Penjelasan Lengkap Omnibus Law.pdf
  • Konsep Awal Omnibus Law.pdf
Air Jordan 1 Blue Chill Womens CD0461 401 Release Date 4 | Nike Release Dates